Sujud sahwi yang secara literal berarti sujud karena lupa adalah dua
sujud yang dilakukan karena lupa melakukan sunnah ab'adh atau ragu pada
jumlah rakaat atau meninggalkan sebagian shalat tanpa sengaja dan sujud
sahwi dilakukan setelah tahiyat akhir dan sebelum salam. Hukumnya sunnah
kecuali bagi makmum yang imamnya melakukan sujud sahwi maka wajib.
PENGERTIAN SUJUD SAHWI
Secara Bahasa (Etimologi)
Makna sujud secara etimologis (lughawi) adalah penundukan diri secara
umum baik dengan meletakkan dahi pada bumi atau dengan tanda yang lain
dari tanda-tanda tunduk seperti taat. Adapun makna 'sahwi' atau lupa
secara bahasa adalah meninggalkan tanpa menyadari. Apabila dikatakan
'Seseorang lupa' maka artinya ia tidak melakukan sesuatu tanpa
sepengetahuannya atau tanpa disadarinya. Kata sahwi dalam bahasa Arab
merupakan sinonim dengan kata nis-yan yakni berarti lupa. Kalangan ahli
fikih juga tidak membedakan kata 'sahwi' dengan 'nis-yan', bahkan
menurut mereka kata 'sahwi', 'nis-yan' dan 'syak' bermakna sama.
Dalam Istilah Syariah
Dalam istilah ahli fikih mazhab Syafi'i, sujud sahwi adalah dua sujud
seperti sujud shalat yang dilakukan oleh orang yang sholat yang
dilaksanakan sebelum salam tapi setelah tahiyat (tasyahud) dan membaca
shalawat pada Nabi dan keluarganya dengan suatu niat, yang mana niat itu
dilakukan dengan hati tidak dengan lisan. Kalau dilafalkan maka batal
shalatnya.
Hal ini dikarenakan karena waktu sujud sahwi itu sebelum salam itu
artinya masih dalam bagian ibadah shalat jadi kalau berbicara maka batal
shalatnya. Niat sujud sahwi hukumnya wajib, kalau sujud sahwi tanpa
niat secara sengaja maka batal shalatnya. Niat sujud sahwi disyaratkan
bagi imam untuk shalat berjamaah dan bagi orang yang shalat sendirian
(munfarid). Adapun makmum maka ia tidak wajib niat karena sudah cukup
dengan niat bermakmum pada imam.
Sujud sahwi dilakukan tidak hanya karena lupa, tetapi juga karena
meninggalan sebagian dari shalat baik secara sengaja atau karena lupa.
Disebut sujud sahwi karena umumnya manusia tidak meninggalkan sebagian
shalatnya secara sengaja. Kalau disebabkan karena lupa, maka saat sujud
hendaknya membaca (سبحان الذي لا ينام ولا يسهو) Subhanalladzi layanamu
wala yas-hu. Apabila karena disengaja, maka hendaknya saat sujud membaca
istighfar.
DALIL DASAR SUJUD SAHWI
Hadits sahih riwayat Bukhari Abdullah bin Buhainah
صلى لنا رسول الله صلى الله عليه وسلم ركعتين من بعض الصلوات ثم قام فلم
يجلس فقام الناس معه فلما قضى صلاته ونظرنا تسليمه كبر قبل التسليم فسجد
سجدتين وهو جالس ثم سلم
Artinya: Kami sholat bersama Rasulullah dua rakaat dari sebagian shalat.
Lalu Nabi langsung bangun tanpa duduk (untuk tahiyat awal), para makmum
juga ikut berdiri. Setelah salat selesai dan kami melihat salamnya,
Nabi lalu bertakbir sebelum salam lalu sujud dua kali dalam keadaan
duduk lalu mengucapkan salam.
Hadits sahih riwayat Bukhari dari Abu Hurairah
صلى بنا النبي صلى الله عليه وسلم الظهر أو العصر فسلم فقال له ذو اليدين
الصلاة يا رسول الله أنقصت فقال النبي صلى الله عليه وسلم لأصحابه أحق ما
يقول قالوا نعم فصلى ركعتين أخريين ثم سجد سجدتين قال سعد ورأيت عروة بن
الزبير صلى من المغرب ركعتين فسلم وتكلم ثم صلى ما بقي وسجد سجدتين وقال
هكذا فعل النبي صلى الله عليه وسلم
Artinya: Kami shalat Dhuhur atau Ashar bersama Rasulullah. Dzul Yadain
berkata: Apakah engkau mengurangi rakaat, wahai Nabi? Nabi bertanya
(pada jamaah shalat): Apakah dia berkata benar? Jamaah menjawab: Benar.
Lalu Nabi menambah shalat dua rakaat lagi lalu sujud dua kali. Sa'ad
berkata: Aku melihat Urwah bin Zubair shalat Maghrib dua rakaat, lalu
salam, dan berbicara lalu ia menambah shalat yang kurang dan sujud dua
kali. Sa'ad berkata: Seperti inilah yang dilakukan Nabi.
Sedang Ibnu Majah (1208), Abu Daud (1036) dan lainnya meriwayatkan dari
al-Mughirah bin Syu’bah, dia berkata: Sabda Rasulullah SAW:
اِذَاقَامَ اَحَدُكُمْ مِنَ الرَّكَعَتَيْنِِ، فَلَمْ يَسْتَتِمَّ
قَائِِمًا فَلْيَجْلِسْ، وَاِذََََاسْتَتَمَّ قَائِِمًا فَلاَ يَجْلِسْ،
وَيَسْجُدُ سَجْدَتِيَ السَّهْو
Apabila seorang dari kamu sekalian (terlanjur) bangkit sesudah dua
rakaat, tetapi belum sempurna berdirinya, maka duduklah. Dan apabila
telah sempurna berdirinya, maka jangan duduk, dan bersujud sahwilah dua
kali sujudan.
HUKUM SUJUD SAHWI
Madzhab Hanafi : Wajib dan berdosa bagi siapa yang meninggalkannya
tetapi tidak membatalkan shalat. Dalil mereka sebagaimana diriwayatkan
dari Abu Said Al-Khudri bahwasannya Rasulullah Saw bersabda : “jikalau
salah satu diantara kalian ragu-ragu dalam shalatnya sehingga dia tidak
mengetahui sudah mendapatkan berapa rakaat, tiga atu empat rakaat maka,
hendaknya dia menghilangkan keragu-raguannya dan memantapkan
keyakinannya kemudian hendaknya dia sujud dua kali sebelum salam,
seandainya dia telah shalat sebanyak lima rakaat shalatnya tetap sah”
Madzhab Hanafi memaknai kalimat perintah dalam hadits tersebut sebagai
perintah yang wajib dilaksanakan maka dari itu mereka mewajibkan sujud
sahwi bagi yang lupa dalam mengerjakan rukun maupun kewajiban dalam
shalat.
Hukum sujud sahwi menurut mazhab Syafi'i adalah adakalanya wajib dan adakalanya sunnah.
Sujud sahwi wajib bagi seorang makmum yang imamnya melakukan sujud
sahwi. Dalam situasi ini maka wajib bagi makmum untuk sujud sahwi karena
ikut imam. Apabila tidak melakukan secara sengaja maka batal shalatnya
dan wajib mengulangi salatnya apabila makmum tidak berniat mufaraqah
(pisah dari imam) sebelum imam melakukan sujud sahwa. Apabila imam tidak
melakukan sujud sahwi, maka makmum tidak wajib sujud sahwi, hanya
sunnah.
Sujud sahwi hukumnya sunnah bagi imam atau bagi orang yang shalat sendirian (munfarid) alias tidak berjamaah.
Orang yang tidak melalukan sujud sahwi, baik shalat berjamaah atau
shalat sendirian, hukumnya tidak apa-apa dan salatnya tidak batal.
Adapun makmum apabila lupa saat bermakmum maka tidak perlu sujud sahwi
karena sudah ditanggung imam. Adapun apabila makmum lupa saat sudah
sendirian atau berpisah dari imam, seperti ia lupa dalam keadaan
mengqadha perkara yang terlupa, maka ia seperti munfarid, yakni sunnah
baginya melakukan sujud sahwi apabila ada sebab.
Madzhab Maliki : Sunnah baik itu bagi Imam maupun individu masing-masing.
Madzhab Hambali : Wajib hanya ketika seseorang meninggalkan rukun
ataupun kewajiban-kewajiban dalam shalat, sunnah jika meniggalkan selain
dua hal tersebut.
SEBAB-SEBAB SUJUD SAHWI
Sebab-sebab dilakukannya sujud sahwi ada enam perkara:
Sebab pertama, Orang yang shalat meninggalkan sunnah ab'ad seperti
tahiyat awal, qunut subuh (bukan qunut nazilah). Sedangkan apabila tidak
melakukan sunnah haiat seperti membaca Surat, baik karena lupa atau
sengaja, maka tidak perlu melakukan sujud sahwi.
Tidak melakukan salah satu di antara sunnah-sunnah Ab’adh, yang pernah
kita terangkan di atas, seperti tasyahud awal dan Qunut. Al-Bukhari
(1166) dan Muslim (570) telah meriwayatkan dari Abdullah bin Buhainah
RA, bahwa dia berkata:
صَلَّى لَنَا رَسُوْلُاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
رَكَعَتَيْنِِ مِنْ بَعْضِ الصَّلاَةِ وَفِى رِوَيَةٍ: قَامَ مِنِ
اثْنَتَيْنِ مِنَ الظُّهْرِ، ثُمَّ قَامَ فَلَمْ يَجْلِسْ، فَقَامَ
النَّاسُ مَعَهُ، فَلَمَّ قَضَى صَلاَتُهُ وَنَظَرْنَا تَسْلِيمَهُ،
كَبَّرَ قَبْلَ التَّسْلِيْمِ فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ، ثًمَّ
سَلَّمَ
Rasulullah SAW shalat bersama kami dua rakaat dari suatu shalat –dan
menurut suatu riwayat lain: beliau bangkit setelah dua rakaat dari
shalat Zhuhur- kemudian bangkit tanpa duduk (terlebih dahulu). Maka,
orang-orang pun ikut bangkit bersama beliau. Tatkala beliau
menyelesaikan shalatnya, sedang kami menunggu salamnya, maka beliau
bertakbir sebelum salam, lalu bersujud dua kali selagi duduk, sesudah
itu salam.
Sedang Ibnu Majah (1208), Abu Daud (1036) dan lainnya meriwayatkan dari
al-Mughirah bin Syu’bah, dia berkata: Sabda Rasulullah SAW:
اِذَاقَامَ اَحَدُكُمْ مِنَ الرَّكَعَتَيْنِِ، فَلَمْ يَسْتَتِمَّ
قَائِِمًا فَلْيَجْلِسْ، وَاِذََََاسْتَتَمَّ قَائِِمًا فَلاَ يَجْلِسْ،
وَيَسْجُدُ سَجْدَتِيَ السَّهْو
Apabila seorang dari kamu sekalian (terlanjur) bangkit sesudah dua
rakaat, tetapi belum sempurna berdirinya, maka duduklah. Dan apabila
telah sempurna berdirinya, maka jangan duduk, dan bersujud sahwilah dua
kali sujudan.
Apabila seseorang meninggalkan perkara fardhu (wajib) seperti sujud atau
rukuk, maka (a) apabila mengingatnya sebelum melakukan perbuatan serupa
maka hendaknya melakukannya segera; (b) apabila tidak mengingatnya
kecuali setelah melakukan perbuatan serupa maka perbuatan yang dilakukan
saat ini menjadi pengganti perbuatan sebelumnya yang dilupakan dan
gerakan-gerakan shalat yang dilakukan di antaranya tidak dianggap.
Misalnya, apabila ia tidak rukuk lalu ingat sebelum melakukan rukuk
kedua maka hendaknya melakukan rukuk, dan gerakan yang dilakukan
sebelumnya tidak dianggap. Setelah itu teruskan menyempurnakan shalat
dan lakukan sujud sahwi sebelum salam. Apabila ingat kalau tidak rukuk
setelah melakukan rukuk yang kedua, maka rukuk kedua itu menjadi
pengganti rukuk pertama, begitu seterusnya gerakan yang akhir menjadi
ganti dari gerakan pertama yang terlupa sedangkan gerakan lain di antara
keduanya tidak dianggap apabila ingat sebelum salam.
Apabla ingat (perkara wajib yang terlupa itu) setelah salam, maka (a)
apabila masanya tidak lama menurut kebiasaan, tidak terkena najis, tidak
berbicara lebih dari enam kata dan tidak melakukan banyak gerakan yang
membatalkan shalat, maka wajib berdiri, lalu rukuk dan melakukan
penyempurnaan, lalu tahiyat, sujud sahwi lalu ditutup dengan salam.
Apabila ia lupa melakukan sunnah ab'ad seperti tahiyat awal lalu ia
berdiri, maka apabila ia lebih dekat ke posisi berdiri, maka tidak perlu
mengulangi. Kalau ia mengulangi dengan sengaja dan tahu maka batal
shalatnya; apabila ia mengulangi karena lupa atau tidak tahu maka tidak
batal shalatnya hanya saja ia disunnahkan untuk sujud. Apabila ia
meninggalkan qunut subuh, lalu ia turun untuk duduk sampai mencapai
batas rukuk, maka ia tidak perlu mengulangi. Apabila ia mengulangi
secara sengaja dan tahu maka batal shalatnya, apabila tidak tahu dan tak
sengaja maka tidak batal sebagaimana hukum yang berlaku untuk lupa
tahiyat awal. Ini apabila ia bukan makmum. Apabila makmum tidak tahiyat
dan qunut dengan sengaja maka ia dapat memilih antara (a) mengulanginya
karena ikut imam atau (b) menunggu imam sampai tersusul oleh imam lalu
meneruskan shalat bersama imam.
Apabila makmum meninggalkan tahiyat dan qunut karena lupa maka wajib
mengulangi bersama imam, apabila tidak mengulangi maka batal shalatnya
kecuali apabila berniat mufaraqah (pisah dari imam) dalam dua kasus di
atas. Dalam kasus ini maka ia berstatus munfarid (shalat sendirian).
Apabila imam dan makmum tidak melakkan tahiyat awal atau qunut secara
sengaja sedangkan keduanya lebih dekat ke posisi berdiri dalam kasus
pertama dan sampai pada posisi batas rukuk dalam kasus kedua lalu imam
mengulangi, maka wajib bagi makmum untuk tidak mengulangi bersama imam.
Makmum harus mufaraqah dengan niat dalam hati atau menunggu imam pada
posisi berdiri atau posisi sujud. Apabila makmum mengulangi secara sadar
dan sengaja maka batal shalat, apabila tidak sengaja maka tidak batal.
Apabila imam tidak melakukan tahiyat awal lalu berdiri maka wajib bagi
makmum berdiri bersama imam. Apabila imam mengulangi, maka makmum tidak
boleh ikut mengulangi bersama imam.
Sebab kedua, ragu atas kelebihan rakaat. Apabila ragu atas jumlah rokaat
yang telah dilakukan, maka hendaknya meneruskan pada yang diyakini dan
wajib menyempurnakan shalat lalu sujud sahwi karena adanya kemungkinan
melakukan kelebihan.
Ragu-ragu tentang bilangan rakaat yang telah dilakukan.
Dalam keadaan seperti ini, pastikanlah bilangan yang lebih sedikit, lalu
sempurnakan kekurangannya, kemudian bersujud-sahwilah nanti sebagai
penambal keraguan ini. Karena, barangkali shalat itu lebih dari yang
semestinya. Jadi, kalau seseorang ragu, apakah dia telah menempuh tiga
atau empat rakaat dari shalat Zhuhur, sedang ia masih berada di tengah
shalatnya, maka pastikanlah ia bari menyelesaikan tida rakaat. Lalu
tambahlah satu rakaat lagi, kemudian bersujud-sahwilah sebagai penambal
keraguan. Karena, barangkali ia telah melakukanlima rakaat dalam
shalatnya.
Muslim (571) telah meriwayatkan dari Abu Sa’id RA, dia berkata: Sabda Rasulullah SAW:
اِذَاشَكَّ اَحَدُكُمْ فِى صَلاَتِهِ، فَلَمْ يَدْرِكَمْ صَلَّى،
ثَلاََثًا اَمْ اَرْبَعًا، فَلْيَطْرَحِ اشَكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى
مَااسْتَيْقَنَ، ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ اَنْ يُسَلِّمَ،
فَاِنْ كَانَ صَلَّى خَمْسًا شَفَعْنَ لَهُ صَلاَتُهُ، وَاِنْ كَانَ صَلَّى
اِتْمَامًا ِلاَرْبَعٍ كَانَتَا تَرْغِيمًا لِلشَّيْطَانِ
Apabila seorang dari kamu sekalian ragu-ragudalam shalatnya, yakni tidak
tahu pasti sudah berapa rakaatkah ia shalat, tiga atau empat, maka
hendaklah ia membuang keraguan itu, dan peganglah apa yang dia yakini,
kemudian bersujudlah dua kali sebelum salam. Jika ternyata dia shalat
sudah lima rakaat, maka rakaat-rakaat itu menggenapkan baginya pahala
shalatnya. Dan jika ternyata dia shalat persis empat rakaat, maka dua
sujud itu merupakan penghinaan terhadap syetan.
Adapun kalau keraguan itu terjadi selepas shalat, maka keraguan ini
tidak mempengaruhi keesahan maupun kesempurnaan shalat, kecuali bila
keraguan ini mengenai niat dan takbiratul ihram. Dalam hal ini, shalat
mesti diulang kembali.
Adapun kelalaian ma’mum di kala ia mengikutiimam –umpamanya, melalaikan
tasyahud awal- adalah menjadi tanggungan imam. Ma’mum tidak perlu sujud
sahwi sesudah imam mengucapkan salam. Dalilnya ialah sabda Nabi SAW:
اْلاِمَامُ ضَامِنٌ (رواه ابن حبان وصححه 362
Imam itu penjamin. (Hadits diriwayatkan dan disahkan oleh Ibnu Hibban: 362).
Orang yang ragu tidak boleh merujuk pada praduganya dan pada berita
orang yang memberitahunya kecuali pada jumlahnya mencapai tingkat
mutawatir maka ucapan mereka dianggap dan menjadi rujukan.
Sebab ketiga, melakukan sesuatu karena lupa yang batal kalau disengaja
seperti memperpanjang rukun yang pendek seperti lama dalam i'tidal atau
duduk di antara dua sujud. Begitu juga berbicara sedikit karena lupa. Ia
tidak perlu sujud kecuali apabila yakin betul. Apabila ragu maka tidak
perlu sujud. Adapun gerakan yang tidak batal dilakukan secara sengaja
atau lupa seperti menoleh dengan leher dan berjalan dua langkah maka
tidak perlu sujud karena lupa atau sengaja. Adapun perkara yang batal
kalau dilakukan secara sengaja ataupun lupa seperti berbicara banyak dan
makan maka tidak perlu sujud sama sekali karena shalatnya batal.
Sebab keempat, pindah rukun qauli (verbal) yang tidak membatalkan shalat
di luar tempatnya seperti mengulangi membaca Al-Fatihah semuanya atau
sebagian pada saat duduk. Begitu juga memindah sunnah qauliyah seperti
membaca Surah dari tempatnya ke tempat lain seperti membacanya di saat
rukuk maka ia hendaknya melakukan sujud sahwi. Dikecualikan dari itu
apabila ia membaca Surah Quran sebelum Al-Fatihah maka tiak perlu sujud.
Sebab kelima, ragu dalam meninggalan sesuatu seperti ragu dalam
meninggalkan qunut subuh atau meninggalkan sebagian perkara penting
seperti tidak tahu apakah ia meninggalkan qunut atau shalawat pada Nabi
saat qunut. Apabila ragu apakah melakukan sunnah ab'ad atau
meninggalkannya maka tidak perlu sujud sahwi.
Sebab keenam, bermakmum pada imam yang dalam shalatnya terdapat
kesalahan walaupun dalam keyakinan makmum seperti bermakmum pada imam
yang tidak qunut shalat subuh atau pada imam yang qunut sebelum rukuk
maka ia hendaknya sujud setelah salamnya imam dan sebelum salamnya
dirinya sendiri. Begitu juga apabila ia bermakmum pada imam yang tidak
membaca sholawat pada Nabi pada tahiyat awal maka ia hendaknya sujud
sahwi.
WAKTU SUJUD SAHWI: SEBELUM ATAU SESUDAH SALAM?
Syairozi dalam Al-Muhadzab menyatakan
وَمَحَلُّهُ قَبْلَ السَّلَامِ لِحَدِيثِ أَبِي سَعِيدٍ وَحَدِيثِ ابْنِ
بُحَيْنَةَ، وَلِأَنَّهُ يُفْعَلُ لِإِصْلَاحِ الصَّلَاةِ فَكَانَ قَبْلَ
السَّلَامِ، كَمَا لَوْ نَسِيَ سَجْدَةً مِنْ الصَّلَاةِ.
Artinya: Letak sujud sahwi adalah sebelum salam berdasarkan pada hadits
Abu Said dan hadits Ibnu Buhainah dan kaena sujud sahwi itu dilakukan
untuk memperbaiki shalat maka dilakukan sebelum salam sebagaimana
apabila orang lupa sujud shalat.
Imam Nawawi berpendapat bahwa sujud sahwi dilakukan sebelum salam, namun
boleh dilakukan setelah salam. dalam Al-Muhadzab ia menyatakan
وَقَالَ صَاحِبُ الْحَاوِي: لَا خِلَافَ بَيْنَ الْفُقَهَاءِ، يَعْنِي
جَمِيعَ الْعُلَمَاءِ أَنَّ سُجُودَ السَّهْوِ جَائِزٌ قَبْلَ السَّلَامِ
وَبَعْدَهُ، وَإِنَّمَا اخْتَلَفُوا فِي الْمَسْنُونِ وَالْأَوْلَى
Artinya: Penulis kitab Al-Hawi berkata: Tidak ada perbedaan di antara
ahli fikih, yakni seluruh ulama, bahwa sujud sahwi itu boleh dilakukan
sebelum dan sesudah salam. Yang terjadi perbedaan adalah apakah ia
sunnah atau aula (utama).
Seperti halnya sujud-sujud lainnya dalam shalat, sujud sahwi pun dua
kali, yang diniati sebagai sujud sahwi (sujud menambal kelalaian).
Adapun letaknya pada akhir shalat, sebelum salam. Jadi, kalau terlanjur
salam sebelum bersujud sahwi, baik dengan sengaja ataupun karena lupa,
sedang jaraknya sampai dengan mengingatnya sudah cukup lama, maka sujud
itu dilewatkan saja. Tetapi, kalau belum terlalu lama, maka boleh
langsung bersujud dua kali, dengan niat sujud sahwi, sesudah itu salam
sekali lagi.
bacaan sujud sahwi :
سبحان من لا ينام ولا يسهو
"Subhana man laa yanaamu walaa yashu"
Artinya : Maha suci Allah yang tidak tidur dan tidak lupa.
Namun dzikir sujud sahwi di atas cuma anjuran saja dari sebagian ulama
dan tanpa didukung oleh dalil. Ibnu Hajarrahimahullah mengatakan,
قَوْلُهُ : سَمِعْت بَعْضَ الْأَئِمَّةِ يَحْكِي أَنَّهُ يَسْتَحِبُّ أَنْ
يَقُولَ فِيهِمَا : سُبْحَانَ مَنْ لَا يَنَامُ وَلَا يَسْهُو – أَيْ فِي
سَجْدَتَيْ السَّهْوِ – قُلْت : لَمْ أَجِدْ لَهُ أَصْلًا
“Perkataan beliau, “Aku telah mendengar sebagian ulama yang menceritakan
tentang dianjurkannya bacaan: “Subhaana man laa yanaamu wa laa yas-huw”
ketika sujud sahwi (pada kedua sujudnya), maka aku katakan, “Aku tidak
mendapatkan asalnya sama sekali.”
Sehingga yang tepat mengenai bacaan ketika sujud sahwi adalah seperti
bacaan sujud biasa ketika shalat. Bacaannya yang bisa dipraktekkan
seperti,
1. سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى
-“Subhaana robbiyal a’laa” - [Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi]
2. سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى
“Subhaanakallahumma robbanaa wa bi hamdika, allahummagh firliy.”
[Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami, dengan segala pujian kepada-Mu, ampunilah dosa-dosaku].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar