Sholat sunnah termasuk amalan yang mesti kita jaga dan rutinkan. Di
antara keutamaannya, sholat sunnah akan menutupi kekurangan pada shalat
wajib. Kita tahu dengan pasti bahwa tidak ada yang yakin shalat lima
waktunya dikerjakan sempurna. Kadang kita tidak konsentrasi, tidak
khusyu’ (menghadirkan hati), juga kadang tidak tawadhu’ (tenang) dalam
sholat. Moga dengan memahami pembahasan berikut ini semakin menyemangati
kita untuk terus menjaga shalat sunnah.
Pertama: Akan Menutupi Kekurangan pada Shalat Wajib
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ
أَعْمَالِهِمُ الصَّلاَةُ قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ
لِمَلاَئِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ انْظُرُوا فِى صَلاَةِ عَبْدِى أَتَمَّهَا
أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ
كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِى مِنْ
تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ أَتِمُّوا لِعَبْدِى
فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ تُؤْخَذُ الأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ ».
“Sesungguhnya amalan yang pertama kali dihisab pada manusia di hari
kiamat nanti adalah shalat. Allah ‘azza wa jalla berkata kepada
malaikat-Nya dan Dia-lah yang lebih tahu, “Lihatlah pada shalat
hamba-Ku. Apakah shalatnya sempurna ataukah tidak? Jika shalatnya
sempurna, maka akan dicatat baginya pahala yang sempurna. Namun jika
dalam shalatnya ada sedikit kekurangan, maka Allah berfirman: Lihatlah,
apakah hamba-Ku memiliki amalan sunnah. Jika hamba-Ku memiliki amalan
sunnah, Allah berfirman: sempurnakanlah kekurangan yang ada pada amalan
wajib dengan amalan sunnahnya.” Kemudian amalan lainnya akan
diperlakukan seperti ini.” (HR. Abu Daud no. 864, Ibnu Majah no. 1426
dan Ahmad 2: 425. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Kedua: Dihapuskan dosa dan ditinggikan derajat.
Ma’dan bin Abi Tholhah Al Ya’mariy, ia berkata, “Aku pernah bertemu
Tsauban –bekas budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam-, lalu aku
berkata padanya, ‘Beritahukanlah padaku suatu amalan yang karenanya
Allah memasukkanku ke dalam surga’.” Atau Ma’dan berkata, “Aku berkata
pada Tsauban, ‘Beritahukan padaku suatu amalan yang dicintai Allah’.”
Ketika ditanya, Tsauban malah diam.
Kemudian ditanya kedua kalinya, ia pun masih diam. Sampai ketiga
kalinya, Tsauban berkata, ‘Aku pernah menanyakan hal yang ditanyakan
tadi pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda,
عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ لِلَّهِ فَإِنَّكَ لاَ تَسْجُدُ لِلَّهِ
سَجْدَةً إِلاَّ رَفَعَكَ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا
خَطِيئَةً
“Hendaklah engkau memperbanyak sujud (perbanyak shalat) kepada Allah.
Karena tidaklah engkau memperbanyak sujud karena Allah melainkan Allah
akan meninggikan derajatmu dan menghapuskan dosamu’.” Lalu Ma’dan
berkata, “Aku pun pernah bertemu Abu Darda’ dan bertanya hal yang sama.
Lalu sahabat Abu Darda’ menjawab sebagaimana yang dijawab oleh Tsauban
padaku.” (HR. Muslim no. 488). Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits
ini adalah dorongan untuk memperbanyak sujud dan yang dimaksud adalah
memperbanyak sujud dalam shalat.” (Syarh Shahih Muslim, 4: 205). Cara
memperbanyak sujud bisa dilakukan dengan memperbanyak shalat sunnah.
Ketiga: Akan dekat dengan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam di surga.
Dari Rabiah bin Ka’ab Al-Aslami -radhiyallahu ‘anhu- dia berkata,
كُنْتُ أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ فَقَالَ لِي سَلْ فَقُلْتُ
أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ قَالَ أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ قُلْتُ
هُوَ ذَاكَ قَالَ فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ
“Saya pernah bermalam bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
lalu aku membawakan air wudhunya dan air untuk hajatnya. Maka beliau
berkata kepadaku, “Mintalah kepadaku.” Maka aku berkata, “Aku hanya
meminta agar aku bisa menjadi teman dekatmu di surga.” Beliau bertanya
lagi, “Adakah permintaan yang lain?” Aku menjawab, “Tidak, itu saja.”
Maka beliau menjawab, “Bantulah aku untuk mewujudkan keinginanmu dengan
banyak melakukan sujud (memperbanyak shalat).” (HR. Muslim no. 489)
Keempat: Shalat adalah sebaik-baik amalan.
Dari Tsauban, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اسْتَقِيمُوا وَلَنْ تُحْصُوا وَاعْلَمُوا أَنَّ خَيْرَ أَعْمَالِكُمُ الصَّلاَةُ وَلاَ يُحَافِظُ عَلَى الْوُضُوءِ إِلاَّ مُؤْمِنٌ
“Beristiqamahlah kalian dan sekali-kali kalian tidak dapat istiqomah
dengan sempurna. Ketahuilah, sesungguhnya amalan kalian yang paling
utama adalah shalat. Tidak ada yang menjaga wudhu melainkan ia adalah
seorang mukmin.” (HR. Ibnu Majah no. 277 dan Ahmad 5: 276. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Kelima: Menggapai wali Allah yang terdepan
Orang yang rajin mengamalkan amalan sunnah secara umum, maka ia akan
menjadi wali Allah yang istimewa. Lalu apa yang dimaksud wali Allah?
Allah Ta’ala berfirman,
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (62) الَّذِينَ آَمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ (63)
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu)
orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (QS. Yunus: 62-63)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
فَكُلُّ مَنْ كَانَ مُؤْمِنًا تَقِيًّا كَانَ لِلَّهِ وَلِيًّا
“Setiap orang mukmin (beriman) dan bertakwa, maka dialah wali Allah.”
(Majmu’ Al Fatawa, 2: 224). Jadi wali Allah bukanlah orang yang memiliki
ilmu sakti, bisa terbang, memakai tasbih dan surban. Namun yang
dimaksud wali Allah sebagaimana yang disebutkan oleh Allah sendiri dalam
surat Yunus di atas. “Syarat disebut wali Allah adalah beriman dan
bertakwa” (Majmu’ Al Fatawa, 6: 10). Jadi jika orang-orang yang disebut
wali malah orang yang tidak shalat dan gemar maksiat, maka itu bukanlah
wali. Kalau mau disebut wali, maka pantasnya dia disebut wali setan.
Perlu diketahui bahwa wali Allah ada dua macam: (1) As Saabiquun Al
Muqorrobun(wali Allah terdepan) dan (2) Al Abror Ash-habul yamin(wali
Allah pertengahan).
As saabiquun al muqorrobun adalah hamba Allah yang selalu mendekatkan
diri pada Allah dengan amalan sunnah di samping melakukan yang wajib
serta dia meninggalkan yang haram sekaligus yang makruh.
Al Abror ash-habul yamin adalah hamba Allah yang hanya mendekatkan diri
pada Allah dengan amalan yang wajib dan meninggalkan yang haram, ia
tidak membebani dirinya dengan amalan sunnah dan tidak menahan diri dari
berlebihan dalam yang mubah.
Mereka inilah yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
إِذَا وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ (1) لَيْسَ لِوَقْعَتِهَا كَاذِبَةٌ (2)
خَافِضَةٌ رَافِعَةٌ (3) إِذَا رُجَّتِ الْأَرْضُ رَجًّا (4) وَبُسَّتِ
الْجِبَالُ بَسًّا (5) فَكَانَتْ هَبَاءً مُنْبَثًّا (6) وَكُنْتُمْ
أَزْوَاجًا ثَلَاثَةً (7) فَأَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ مَا أَصْحَابُ
الْمَيْمَنَةِ (8) وَأَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ
(9) وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ (10) أُولَئِكَ الْمُقَرَّبُونَ (11)
فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ (12) ثُلَّةٌ مِنَ الْأَوَّلِينَ (13) وَقَلِيلٌ
مِنَ الْآَخِرِينَ (14)
“Apabila terjadi hari kiamat,tidak seorangpun dapat berdusta tentang
kejadiannya.(Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan
(golongan yang lain), apabila bumi digoncangkan sedahsyat-dahsyatnya,dan
gunung-gunung dihancur luluhkan seluluh-luluhnya,maka jadilah ia debu
yang beterbangan, dan kamu menjadi tiga golongan. Yaitu golongan kanan.
Alangkah mulianya golongan kanan itu. Dan golongan kiri. Alangkah
sengsaranya golongan kiri itu.Dan orang-orang yang beriman paling
dahulu. Mereka itulah yang didekatkan kepada Allah. Berada dalam jannah
kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu,dan
segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian.” (QS. Al Waqi’ah: 1-14)
(Lihat Al furqon baina awliyair rohman wa awliyaisy syaithon, Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah, hal. 51)
Keenam: Allah akan beri petunjuk pada pendengaran, penglihatan, kaki dan tangannya, serta doanya pun mustajab
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِى وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ
بِالْحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ
مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ
بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ
الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ
الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ
سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ
“Allah Ta’ala berfirman: Barangsiapa memerangi wali (kekasih)-Ku, maka
Aku akan memeranginya. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku
dengan amalan wajib yang Kucintai. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri
pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku
telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang
ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang
ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia
gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan
untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku
mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan
melindunginya.” (HR. Bukhari no. 2506)
Orang yang senantiasa melakukan amalan sunnah (mustahab) di samping
melakukan amalan wajib, akan mendapatkan kecintaan Allah, lalu Allah
akan memberi petunjuk pada pendengaran, penglihatan, tangan dan kakinya.
Allah juga akan memberikan orang seperti ini keutamaan dengan
mustajabnya do’a (Faedah dari Fathul Qowil Matin, Syaikh Abdul Muhsin
bin Hamd Al Abad, hadits ke-38).
Macam-Macam Shalat Sunnah
Shalat sunnah itu ada dua macam:
1. Shalat sunnah yang disunnahkan dilakukan secara berjamaah
2. Shalat sunnah yang tidak disunnahkan dilakukan secara berjamaah
A. Shalat sunnah yang disunnahkan dilakukan secara berjamaah.
1. Shalat Idul Fitri
2. Shalat Idul Adha
Ibnu Abbas Ra. berkata: “Aku shalat Idul Fithri bersama Rasulullah SAW
dan Abu bakar dan Umar, beliau semua melakukan shalat tersebut sebelum
khutbah.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Dilakukan 2 raka’at. Pada rakaat pertama melakukan tujuh kali takbir (di
luar Takbiratul Ihram) sebelum membaca Al-Fatihah, dan pada raka’at
kedua melakukan lima kali takbir sebelum membaca Al-Fatihah.
3. Shalat Kusuf (Gerhana Matahari)
4. Shalat Khusuf (Gerhana Bulan)
Ibrahim (putra Nabi SAW) meninggal dunia bersamaan dengan terjadinya gerhana matahari. Beliau SAW bersabda:
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda
(kebesaran) Allah SWT. Tidak terjadi gerhana karena kematian seseorang,
tidak juga karena kehidupan (kelahiran) seseorang. Apabila kalian
mengalaminya (gerhana), maka shalatlah dan berdoalah, sehingga (gerhana
itu) berakhir.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Dari Abdullah ibnu Amr, bahwasannya Nabi SAW memerintahkan seseorang
untuk memanggil dengan panggilan “ashsholaatu jaami’ah” (shalat
didirikan dengan berjamaah). (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Dilakukan dua rakaat, membaca Al-Fatihah dan surah dua kali setiap raka’at, dan melakukan ruku’ dua kali setiap raka’at.
5. Shalat Istisqo’
Dari Ibnu Abbas Ra., bahwasannya Nabi SAW shalat istisqo’ dua raka’at,
seperti shalat ‘Id. (HR Imam Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan
Tirmidzi)
Tata caranya seperti shalat ‘Id.
6. Shalat Tarawih (sudah dibahas)
Dari ‘Aisyah Rda., bahwasannya Nabi Muhammad SAW shalat di masjid pada
suatu malam. Maka orang-orang kemudian mengikuti shalat beliau. Nabi
shalat (lagi di masjid) pada hari berikutnya, jamaah yang mengikuti
beliau bertambah banyak. Pada malam ketiga dan keempat, mereka berkumpul
(menunggu Rasulullah), namun Rasulullah SAW tidak keluar ke masjid.
Pada paginya Nabi SAW bersabda: “Aku mengetahui apa yang kalian kerjakan
tadi malam, namun aku tidak keluar karena sesungguhnya aku khawatir
bahwa hal (shalat) itu akan difardlukan kepada kalian.” ‘Aisyah Rda.
berkata: “Semua itu terjadi dalam bulan Ramadhan.” (HR Imam Muslim)
Jumlah raka’atnya adalah 20 dengan 10 kali salam, sesuai dengan
kesepakatan shahabat mengenai jumlah raka’at dan tata cara shalatnya.
7. Shalat Witir yang mengiringi Shalat Tarawih
Adapun shalat witir di luar Ramadhan, maka tidak disunnahkan berjamaah, karena Rasulullah SAW tidak pernah melakukannya.
B. Shalat sunnah yang tidak disunnahkan berjamaah.
1. Shalat Rawatib (Shalat yang mengiringi Shalat Fardlu), terdiri dari:
a. 2 raka’at sebelum shubuh
b. 4 raka’at sebelum Dzuhur (atau Jum’at)
c. 4 raka’at sesudah Dzuhur (atau Jum’at)
d. 4 raka’at sebelum Ashar
e. 2 raka’at sebelum Maghrib
f. 2 raka’at sesudah Maghrib
g. 2 raka’at sebelum Isya’
h. 2 raka’at sesudah Isya’
Dari 22 raka’at rawatib tersebut, terdapat 10 raka’at yang sunnah
muakkad (karena tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW),
berdasarkan hadits:
Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW senantiasa menjaga (melakukan) 10
rakaat (rawatib), yaitu: 2 raka’at sebelum Dzuhur dan 2 raka’at
sesudahnya, 2 raka’at sesudah Maghrib di rumah beliau, 2 raka’at sesudah
Isya’ di rumah beliau, dan 2 raka’at sebelum Shubuh … (HR Imam Bukhari
dan Muslim).
Adapun 12 rakaat yang lain termasuk sunnah ghairu muakkad, berdasarkan hadits-hadits berikut:
a. Dari Ummu Habibah, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa senantiasa melakukan shalat 4 raka’at sebelum Dzuhur dan 4
raka’at sesudahnya, maka Allah mengharamkan baginya api neraka.” (HR
Abu Dawud dan Tirmidzi)
2 raka’at sebelum Dzuhur dan 2 raka’at sesudahnya ada yang sunnah muakkad dan ada yang ghairu muakkad.
b. Nabi SAW bersabda:
“Allah mengasihi orang yang melakukan shalat empat raka’at sebelum
(shalat) Ashar.” (HR Imam Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Huzaimah)
Shalat sunnah sebelum Ashar boleh juga dilakukan dua raka’at berdasarkan Sabda Nabi SAW:
“Di antara dua adzan (adzan dan iqamah) terdapat shalat.” (HR Imam Bazzar)
c. Anas Ra berkata:
“Di masa Rasulullah SAW kami shalat dua raka’at setelah terbenamnya
matahari sebelum shalat Maghrib…” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Nabi SAW bersabda:
“Shalatlah kalian sebelum (shalat) Maghrib, dua raka’at.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
d. Nabi SAW bersabda:
“Di antara dua adzan (adzan dan iqamah) terdapat shalat.” (HR Imam Bazzar)
Hadits ini menjadi dasar untuk seluruh shalat sunnah 2 raka’at qobliyah
(sebelum shalat fardhu), termasuk 2 raka’at sebelum Isya’.
2. Shalat Tahajjud (Qiyamullail)
Al-Qur’an surah Al-Israa’ ayat 79, As-Sajdah ayat 16 – 17, dan
Al-Furqaan ayat 64. Dilakukan dua raka’at-dua raka’at dengan jumlah
raka’at tidak dibatasi.
Dari Ibnu Umar Ra. bahwa Nabi SAW bersabda: “Shalat malam itu dua
(raka’at)-dua (raka’at), apabila kamu mengira bahwa waktu Shubuh sudah
menjelang, maka witirlah dengan satu raka’at.” (HR Imam Bukhari dan
Muslim)
3. Shalat Witir di luar Ramadhan
Minimal satu raka’at dan maksimal 11 raka’at. Lebih utama dilakukan 2
raka’at-2 raka’at, kemudian satu raka’at salam. Boleh juga dilakukan
seluruh raka’at sekaligus dengan satu kali Tasyahud dan salam.
Dari A’isyah Rda. Bahwasannya Rasulullah SAW shalat malam 13 raka’at,
dengan witir 5 raka’at di mana beliau Tasyahud (hanya) di raka’at
terakhir dan salam. (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Beliau juga pernah berwitir dengan tujuh dan lima raka’at yang tidak dipisah dengan salam atau pun pembicaraan. (HR Imam Muslim)
4. Shalat Dhuha
Dari A’isyah Rda., adalah Nabi SAW shalat Dhuha 4 raka’at, tidak dipisah
keduanya (tiap shalat 2 raka’at) dengan pembicaraan.” (HR Abu Ya’la)
Dari Abu Hurairah Ra., bahwasannya Nabi pernah Shalat Dhuha dengan dua raka’at (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Dari Ummu Hani, bahwasannya Nabi SAW masuk rumahnya (Ummu Hani) pada
hari Fathu Makkah (dikuasainya Mekkah oleh Muslimin), beliau shalat 12
raka’at, maka kata Ummu Hani: “Aku tidak pernah melihat shalat yang
lebih ringan daripada shalat (12 raka’at) itu, namun Nabi tetap
menyempurnakan ruku’ dan sujud beliau.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
5. Shalat Tahiyyatul Masjid
Dari Abu Qatadah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Apabila salah seorang
dari kalian masuk masjid, janganlah duduk sehingga shalat dua raka’at.”
(HR Jama’ah Ahli Hadits)
6. Shalat Taubat
Nabi SAW bersabda: “Tidaklah seorang hamba yang berdosa, kemudian ia
bangun berwudhu kemudian shalat dua raka’at dan memohon ampunan kepada
Allah, kecuali ia akan diampuni.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan
lain-lain)
7. Shalat Tasbih
Pengertian dan Cara Sholat Tasbih
Shalat tasbih termasuk salah satu shalat sunat yang dianjurkan oleh
Baginda Nabi Muhammad SAW. Kalau bisa dilakukan setiap malam, jika tidak
mampu seminggu sekali, jika tidak mampu juga sebulan sekali, jika tidak
mampu juga setahun sekali atau tidak mampu juga seumur hidup sekali.
Demikianlah anjuran agama Islam yang tidak memaksa untuk melakukan
ibadah secara ikhlas.
Shalat sunat tasbih semua riwayat sepakat dengan empat rokaat, jika pada
siang hari dengan satu kali salam (langsung niat empat rakaat), sedang
di malam hari dua rokaat-dua rokaat dengan dua kali salam (dua kali
shalat dengan masing-masing 2 rakaat)dengan tasbih sebanyak 75 kali tiap
raka’atnya, jadi keseluruhan bacaan tasbih dalam shalat tasbih 4 rokaat
tersebut 300 kali tasbih.
Kata Syaikh Ali al-Khawwash, ‘Sebaiknya shalat tasbih dilakukan sebelum
shalat hajat, karena shalat tasbih ini menghapus dosa-dosa, dengan
demikian menjadi sebab terkabulnya hajat’
Niat Shalat Tasbih
Niat untuk shalat tasbih yang dilakukan dengan dua kali salam (2 rakaat):
أُصَلِّى سُنَّةَ التَّسْبِيْحِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى
Sedang untuk yang satu kali salam (4 rakaat) sebagai berikut:
أُصَلِّى سُنَّةَ التَّسْبِيْحِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ لِلَّهِ تَعَالَى
Secara umum, shalat tasbih sama dengan tata cara shalat yang lain, hanya saja ada tambahan bacaan tasbih yaitu:
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ
Lafadz ini diucapkan sebanyak 75 kali pada tiap raka’at dengan perincian sebagai berikut.
Sesudah membaca Al-Fatihah dan surah sebelum ruku sebanyak 15 kali,
Ketika ruku’ sesudah membaca do’a ruku’ dibaca lagi sebanyak 10 kali,
Ketika bangun dari ruku’ sesudah bacaan i’tidal dibaca 10 kali,
Ketika sujud pertama sesudah membaca do’a sujud dibaca 10 kali,
Ketika duduk diantara dua sujud sesudah membaca bacaan antara dua sujud dibaca 10 kali,
Ketika sujud yang kedua sesudah membaca do’a sujud dibaca lagi sebanyak 10 kali,
Ketika bangun dari sujud yang kedua sebelum bangkit (duduk istirahat)
dibaca lagi sebanyak 10 kali. (Terus baru berdiri tuk rakaat yang
kedua).
Demikianlah rinciannya, bahwa shalat Tasbih dilakukan sebanyak 4 raka’at
dengan sekalitasyahud, yaitu pada raka’at yang keempat lalu salam (jika
dilakukan pagi hari). Bisa juga dilakukan dengan cara dua raka’at-dua
raka’at (jika dilakukan malam hari), Sesuai yang diterangkan oleh
Rasulullah SAW:“Shalat malam itu, dua-dua” (HR. Ahmad, Bukhari dan
Muslim) di mana setiap dua raka’at membaca tasyahud kemudian salam.Waktu
shalat tasbih yang paling utama adalah sesudah tenggelamnya
matahari,sebagaimana dalam riwayat ‘Abdullah bin Amr. Tetapi dalam
riwayat Ikrimah yang mursal diterangkan bahwa boleh malam hari dan boleh
siang hari. Wallâhu A’lam.
Anjuran shalat tasbih ini sebagaimana yang disabdakan oleh Baginda Rasulullah SAW dalam sebuah hadist dari Ibnu ‘Abbas:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ الله ُعَنْهُ: أَنََّ رَسُوْلُ اللهِ صَلََّى
الله ُعَلَيْهِ وَسَلََّمَ قَالَ لِلْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَلِّبْ:
يَا عَبَّاسُ يَا عَمَّاهْ !! أَلاَ أُعْطِيْكَ؟ أَلاَ أُمْنِحُكَ؟ أَلاَ
أُحِبُّكَ؟ أَلاَ أَفْعَلُ بِكَ عَشَرَ خِصَالٍ, إِذَا أَنْتَ فَعَلْتَ
ذَلِكَ غَفَرَ اللهُ لَكَ ذَنْبِكَ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ, قَدِيْمَهُ
وَحَدِيْثَهُ, خَطْأَهُ وَعَمْدَهُ, صَغِيْرَهُ وَكَبِيْرَهُ,
سِرَّهُوَعَلاَنِيَّتَهُ. عَشَرَ خِصَالٍ, أَنْ تُصَلِّيْ أَرْبَعَ
رَكَعَاتٍ تَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَسُوْرَةً,
فَإِذَا فَرَغْتَ مِنَ الْقِرَاءَةِ فِي أَوَّلِ رَكْعَةٍ, وَأَنْتَ
قَائِمٌ قُلْتَ سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاََّّ
اللهِ وَالله ُأَكْبَرُ خَمْسَ عَشْرَةَ مَرَّةً, ثُمَّ تَرْكَعُ
فَتَقُوْلُهَا وَأَنْتَرَاكِعٌ عَشْرًا, ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ
الرُّكُوْعِ فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا, ثُمَّ تَهْوِيْ سَاجِدًا فَتَقُوْلُهَا
وَأَنْتَ سَاجِدٌ عَشْرًا, ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ السُّجُوْدِ
فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا, ثُمَّ تَسْجُدُ فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا, ثُمَّ
تَرْفَعُ رَأْسَكَ فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا, فَذَلِكَ خَمْسٌ وَسَبْعُوْنَ
فِي كُلِّ رَكْعَةٍ تَفْعَلُ ذَلِكَ فِي أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ, إِذَا
اسْتَطَعْتَ أَنْ تُصَلِّيْهَا فِي كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً فَافْعَلْ, فَإِنْ
لَمْ تَفْعَلْ فَفِيْ كُلِّ جُمْعَةٍمَرَّةً, فَإِنْ لََمْ تَفْعَلْ فَفِي
كُلِّ شَهْرٍ مَرَّةً, فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ سَنَةِ مَرَّةً,
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي عُمْرِكَ مَرَّةً.
Artinya:
“Dari Ibnu ‘Abbâs, bahwasanya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam
bersabda kepada ‘Abbâs bin ‘Abdul Muththalib, ‘Wahai ‘Abbas, wahai
pamanku, maukah kamu apabila aku beri? Bolehkah sekiranya aku beri
petunjuk padamu? Tidakkah kau mau? saya akan tunjukkan suatu perbuatan
yang mengandung 10 keutamaan, yang jika kamu melakukannya maka diampuni
dosamu, yaitu dari awalnya hingga akhirnya, yang lama maupun yang baru,
yang tidak disengaja maupun yang disengaja, yang kecil maupun yang
besar, yang tersembunyi maupun yang nampak.
Semuanya 10 macam. Kamu shalat 4 rakaat. Setiap rakaat kamu membaca
Al-Fatihah dan satu surah. Jika telah selesai, maka bacalah Subhanallâhi
wal hamdulillâhi wa lâ ilâha illallâh wallahu akbar sebelum ruku’
sebanyak 15 kali, kemudian kamu ruku’ lalu bacalah kalimat itu di
dalamnya sebanyak 10 kali, kemudian bangun dari ruku’ (I’tidal) baca
lagi sebanyak 10 kali, kemudian sujud baca lagi sebanyak 10 kali,
kemudian bangun dari sujud baca lagi sebanyak 10 kali, kemudian sujud
lagi dan baca lagi sebanyak 10 kali, kemudian bangun dari sujud sebelum
berdiri baca lagi sebanyak 10 kali, maka semuanya sebanyak 75 kali
setiap rakaat. Lakukan yang demikian itu dalam empat rakaat. Lakukanlah
setiap hari, kalau tidak mampu lakukan setiap pekan, kalau tidak mampu
setiap bulan, kalau tidak mampu setiap tahun dan jika tidak mampu maka
lakukanlah sekali dalam seumur hidupmu." (HR. Abu Daud no. 1297)
Dari Anas bin Malik bahwasannya Ummu Sulaim pagi-pagi menemui Baginda
Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam seraya berkata, ajarilah saya
beberapa kalimat yang saya ucapkan didalam shalatku, maka beliau
bersabda:
كَبِّرِى اللَّهَ عَشْرًا وَسَبِّحِى اللَّهَ عَشْرًا وَاحْمَدِيهِ عَشْرًا
ثُمَّ سَلِى مَا شِئْتِ يَقُولُ نَعَمْ نَعَمْ ». قَالَ وَفِى الْبَابِ
عَنِ ابْنِعَبَّاسٍ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو وَالْفَضْلِ بْنِ
عَبَّاسٍ وَأَبِى رَافِعٍ. قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَنَسٍ حَدِيثٌ
حَسَنٌ غَرِيبٌ. وَقَدْ رُوِىَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم-
غَيْرُ حَدِيثٍ فِى صَلاَةِ التَّسْبِيحِ وَلاَ يَصِحُّ مِنْهُ كَبِيرُ
شَىْءٍ. وَقَدْ رَأَى ابْنُ الْمُبَارَكِ وَغَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ أَهْلِ
الْعِلْمِ صَلاَةَ التَّسْبِيحِ وَذَكَرُوا الْفَضْلَ فِيهِ. حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ حَدَّثَنَا أَبُو وَهْبٍ قَالَ سَأَلْتُ عَبْدَ
اللَّهِ بْنَ الْمُبَارَكِ عَنِ الصَّلاَةِ الَّتِى يُسَبَّحُ فِيهَا
فَقَالَ يُكَبِّرُ ثُمَّ يَقُولُ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ
وَتَبَارَكَاسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ ثُمَّ
يَقُولُ خَمْسَ عَشْرَةَ مَرَّةً سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ
وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ ثُمَّ يَتَعَوَّذُ
وَيَقْرَأُ (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ) وَفَاتِحَةَ
الْكِتَابِ وَسُورَةً ثُمَّ يَقُولُ عَشْرَ مَرَّاتٍ سُبْحَانَ اللَّهِ
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ ثُمَّ
يَرْكَعُ فَيَقُولُهَا عَشْرًا. ثُمَّ يَرْفَعُ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ
فَيَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّيَسْجُدُ فَيَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ يَرْفَعُ
رَأْسَهُفَيَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ يَسْجُدُ الثَّانِيَةَ فَيَقُولُهَا
عَشْرًا يُصَلِّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ عَلَى هَذَا فَذَلِكَ خَمْسٌ
وَسَبْعُونَ تَسْبِيحَةً فِى كُلِّ رَكْعَةٍ يَبْدَأُ فِى كُلِّ رَكْعَةٍ
بِخَمْسَ عَشْرَةَ تَسْبِيحَةً ثُمَّ يَقْرَأُ ثُمَّ يُسَبِّحُ عَشْرًا
فَإِنْ صَلَّى لَيْلاًفَأَحَبُّ إِلَىَّ أَنْ يُسَلِّمَ فِى
الرَّكْعَتَيْنِ وَإِنْ صَلَّى نَهَارًا فَإِنْ شَاءَ سَلَّمَ وَإِنْ شَاءَ
لَمْيُسَلِّمْ. قَالَ أَبُو وَهْبٍ وَأَخْبَرَنِى عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ
أَبِى رِزْمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ قَالَ يَبْدَأُ فِىالرُّكُوعِ
بِسُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَظِيمِ وَفِى السُّجُودِ بِسُبْحَانَ رَبِّىَ
الأَعْلَى ثَلاَثًا ثُمَّ يُسَبِّحُ التَّسْبِيحَاتِ. قَالَ أَحْمَدُ بْنُ
عَبْدَةَ وَحَدَّثَنَاوَهْبُ بْنُ زَمْعَةَ قَالَ أَخْبَرَنِى عَبْدُ
الْعَزِيزِ وَهُوَ ابْنُ أَبِى رِزْمَةَ قَالَ قُلْتُ لِعَبْدِ اللَّهِ
بْنِ الْمُبَارَكِ إِنْ سَهَا فِيهَا يُسَبِّحُ فِى سَجْدَتَىِ السَّهْوِ
عَشْرًا عَشْرًا قَالَ لاَ إِنَّمَا هِىَثَلاَثُمِائَةِ تَسْبِيحَةٍ.
Artinya:
"Bertakbirlah kepada Allah sebanyak sepuluh kali, bertasbihlah kepada
Allah sepuluh kali dan bertahmidlah (mengucapkan alhamdulillah) sepuluh
kali, kemudian memohonlah (kepada Allah) apa yang kamu kehendaki,
niscaya Dia akan menjawab: ya, ya, (Aku kabulkan permintaanmu)."
(perawi) berkata, dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Ibnu
Abbas, Abdullah bin Amru, Al Fadll bin Abbas dan Abu Rafi'. Abu Isa
berkata, hadits anas adalah hadits hasan gharib, telah diriwayatkan dari
Nabi Shallahu 'alaihi wa sallam selain hadits ini mengenai shalat
tasbih, yang kebanyakan (riwayatnya) tidak shahih. Ibnu Mubarrak dan
beberapa ulama lainnya berpendapat akan adanya shalat tasbih, mereka
juga menyebutkan keutamaan shalat tasbih. Telah mengabarkan kepada kami
Ahmad bin 'Abdah Telah mengabarkan kepada kami Abu Wahb dia berkata,
saya bertanya kepada Abdullah bin Al Mubarak tentang shalat tasbih yang
didalamnya terdapat bacaan tasbihnya, dia menjawab, ia bertakbir
kemudian membaca Subhaanaka Allahumma Wa Bihamdika Wa Tabaarakasmuka Wa
Ta'ala Jadduka Walaa Ilaaha Ghairuka kemudian dia membaca Subhaanallah
Walhamdulillah Wa Laailaaha Illallah Wallahu Akbarsebanyak lima belas
kali, kemudian ia berta'awudz dan membaca bismillah dilanjutkan dengan
membaca surat Al fatihah dan surat yang lain, kemudian ia membaca
Subhaanallah Walhamdulillah Wa Laailaaha Illallah Wallahu Akbarsebanyak
sepuluh kali, kemudian ruku' dan membaca kalimat itu sepuluh kali, lalu
mengangkat kepala dari ruku' dengan membaca kalimat tersebut sepuluh
kali, kemudian sujud dengan membaca kalimat tersebut sepuluh kali, lalu
mengangkat kepalanya dengan membaca kalimat tersebut sepuluh kali,
kemudian sujud yang kedua kali dengan membaca kalimat tersebut sepuluh
kali, ia melakukan seperti itu sebanyak empat raka'at, yang setiap satu
raka'atnya membaca tasbih sebanyak tujuh puluh lima kali, disetiap
raka'atnnya membaca lima belas kali tasbih, kemudian membaca Al Fatehah
dan surat sesudahnya serta membaca tasbih sepuluh kali-sepuluh kali,
jika ia shalat malam, maka yang lebih disenagi adalah salam pada setiap
dua raka'atnya. Jika ia shalat disiang hari, maka ia boleh salam (di
raka'at kedua) atau tidak. Abu Wahb berkata, telah mengabarkan kepadaku
'Abdul 'Aziz bin Abu Rizmah dari Abdullah bahwa dia berkata, sewaktu
ruku' hendaknya dimulai dengan bacaan Subhaana Rabbiyal 'Adziimi, begitu
juga waktu sujud hendaknya dimulai dengan bacaan Subhaana Rabbiyal A'la
sebanyak tiga kali, kemudian membaca tasbih beberapa kali bacaan. Ahmad
bin 'Abdah berkata, Telah mengabarkan kepada kami Wahb bin Zam'ah dia
berkata, telah mengabarkan kepadaku 'Abdul 'Aziz dia adalah Ibnu Abu
Zirmah, dia berkata, saya bertanya kepada Abdullah bin Mubarak, jika
seseorang lupa (waktu mengerjakan shalat tasbih) apakah ia harus membaca
tasbih pada dua sujud sahwi sebanyak sepuluh kali-sepuluh kali? Dia
menjawab, tidak, hanya saja (semua bacaan tasbih pada shalat tasbih) ada
tiga ratus kali. (HR. Tirmidzi no. 481)
Kedua hadits di atas adalah hadits yang menjelaskan tata cara shalat
tasbih. Intinya, shalat tasbih dilakukan dengan 4 raka’at. Ulama
Syafi’iyah berpendapat bahwa shalat tasbih jumlahnya empat raka’at dan
tidak boleh lebih dari itu.
8. Shalat Istikharah
Dari Jabir bin Abdillah berkata: “Adalah Rasulullah SAW mengajari kami
Istikharah dalam segala hal … beliau SAW bersabda: ‘apabila salah
seorang dari kalian berhasrat pada sesuatu, maka shalatlah dua rakaat di
luar shalat fardhu …dan menyebutkan perlunya’ …” (HR Jama’ah Ahli
Hadits kecuali Imam Muslim)
9. Shalat Hajat
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa mempunyai hajat kepada Allah atau
kepada seseorang, maka wudhulah dan baguskan wudhu tersebut, kemudian
shalatlah dua raka’at, setelah itu pujilah Allah, bacalah shalawat, atas
Nabi SAW, dan berdoa …” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)
10. Shalat 2 rakaat di masjid sebelum pulang ke rumah
Dari Ka’ab bin Malik: “Adalah Nabi SAW apabila pulang dari bepergian,
beliau menuju masjid dan shalat dulu dua raka’at.” (HR Bukhari dan
Muslim)
11. Shalat Awwabiin
Al-Qur’an surah Al-Israa’ ayat 25
Dari Ammar bin Yasir bahwa Nabi SAW bersabda: “Barang siapa shalat
setelah shalat Maghrib enam raka’at, maka diampuni dosa-dosanya,
walaupun sebanyak buih lautan.” (HR Imam Thabrani)
Ibnu Majah, Ibnu Huzaimah, dan Tirmidzi meriwayatkan hadits serupa dari
Abu Hurairah Ra. Nabi SAW bersabda: “Barang siapa shalat enam raka’at
antara Maghrib dan Isya’, maka Allah mencatat baginya pahala ibadah 12
tahun” (HR Imam Tirmidzi)
12. Shalat Sunnah Wudhu’
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa berwudhu, ia menyempurnakan
wudhunya, kemudian shalat dua raka’at, maka diampuni dosa-dosanya yang
terdahulu.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
13. Shalat Sunnah Mutlaq
Nabi SAW berpesan kepada Abu Dzar al-Ghiffari Ra.: “Shalat itu
sebaik-baik perbuatan, baik sedikit maupun banyak.” (HR Ibnu Majah)
Dari Abdullah bin Umar Ra.: “Nabi SAW bertanya: ‘Apakah kamu berpuasa
sepanjang siang?’ Aku menjawab: ’Ya.’ Beliau bertanya lagi: ‘Dan kamu
shalat sepanjang malam?’ Aku menjawab: ’Ya.’ Beliau bersabda: ’Tetapi
aku puasa dan berbuka, aku shalat tapi juga tidur, aku juga menikah,
barang siapa tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk
golonganku’.” (HR Bukhari dan Muslim)
Hadits terakhir ini menunjukkan bahwa shalat sunnah bisa dilakukan
dengan jumlah raka’at yang tidak dibatasi, namun makruh dilakukan
sepanjang malam, karena Nabi sendiri tidak menganjurkannnya demikian.
Ada waktu untuk istirahat dan untuk istirahat Suami/Istri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar