Dalam pergaulan sehari-hari di kantor, atau melalui sosial media spt
facebook, twitter ataupun via BBM, sering kita dengar atau kita jumpai
istilah “Sunnah Rasul” pada malam Jum’at. Bahkan tiap malam Jum’at pasti
ada status di BB teman kita ataupun status facebook yang menyebut
tentang “Sunnah Rasul” tersebut .
Definisi yang benar tentang Sunnah Rasul (Sunnaturrasul) dalam Islam
mengacu kepada sikap, tindakan, ucapan dan cara Rasulullah Saw menjalani
hidupnya atau garis-garis perjuangan / tradisi yang dilaksanakan oleh
Rasulullah. Sunnah merupakan sumber hukum kedua dalam Islam, setelah
Al-Quran. Narasi atau informasi yang disampaikan oleh para sahabat
tentang sikap, tindakan, ucapan dan cara Rasulullah disebut sebagai
hadits. Sunnah yang diperintahkan oleh Allah disebut Sunnatullah.
Namun istilah Sunnah Rasul yang mutawatir (populer) di malam Jum’at
adalah penghalusan dari hubungan suami istri. Boleh jadi bbarangkali
karena di Indonesia, hal-hal yang terkait dg sex cukup tabu dibicarakan
secara terbuka, karena akan dianggap vulgar, maka digunakan istilah
sunnah Rasul sbg pengganti).
Ada satu lagi yang sering kita dengar dari Ustadz, yang juga dianggap hadits mutawatir, yaitu :
“Barangsiapa melakukan hubungan suami istri di malam Jumat (kamis malam, red) maka pahalanya sama dengan membunuh 100 Yahudi.”
Saya berusaha mencari-cari riwayat yang katanya hadist di atas, namun
belum saya temukan dalam Kitab manapun. Saya akhirnya pada satu
kesimpulan bahwa hadits sunnah Rasul pada malam Jum’at tersebut apalagi
sama dengan membunuh 100 Yahudi adalah sama sekali bukan hadist alias
karangan orang2 yang gak jelas.
Ada cerita yang saya terima, bahwa pernah ada ulama ahli hadits kita
yang menelitii sanad hadits berhubungan suami istri malam Jum’at sama
dengan membunuh 10 atau 100 Yahudi tersebut , dan walhasil sanadnya
berhenti pada seorang Habib di Jawa Tengah, tidak nyambung ke sahabat,
apalagi ke Rasul Saw. Jadi jelas itu sama sekali bukan Hadist.
Jadi, Anda tidak akan menemukan satu-pun hadits ttg Rasul Saw
berhubungan suami istri pada malam2 tertentu, termasuk malam Jum’at.
Malam dan hari Jum’at adalah hari yang penuh dengan kemuliaan dan
keberkahan dalam ajaran Islam. Begitu banyak keutamaan yang bisa diraih
setiap muslim dalam “hari raya” mingguan tersebut. Namun, sayang
keistimewaan dan keberkahan itu seringkali kita lewatkan begitu saja.
Bahkan, ada saudara-saudara kita yang menganggap bahwa hari Jum’at atau
malam Jum’at adalah waktu angker dan keramat. Anggapan tersebut sangat
tidak berdasar dan keliru.
Nah, tulisan sederhana dan praktis ini mengajak dan menuntun Anda, kaum
muslimin untuk kembali mengistimewakan malam Jum’at dengan amalan-amalan
dahsyat yang dituntunkan Rasulullah saw. Dikatakan dahsyat karena
mempertimbangkan keutamaan waktu Jum’at itu sendiri dan keutamaan amalan
tersebut. Sehingga malam dan hari Jum’at bisa kita hidupkan dan
“meriahkan” dengan amalan-amalan dahsyat tersebut. Harapannya, tidak
lain adalah ampunan, rahmat, lindungan, dan anugerah Allah selalu
terguyurkan kepada kita.
Dalam tulisan kali kami akan memberikan pembahasan mengenai
amalan-amalan istimewa pada malam dan hari Jum’at yang penuh berkah yang
bisa dimanfaatkan oleh setiap muslim sebagai tabungan pahala baginya di
hari kiamat yang hanya bermanfaat amalan.
Pertama; Terlarang mengkhususkan malam Jum’at dengan shalat dan siang harinya dengan berpuasa
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِى
وَلاَ تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الأَيَّامِ
إِلاَّ أَنْ يَكُونَ فِى صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ
“Janganlah mengkhususkan malam Jum’at dengan shalat tertentu dan
janganlah mengkhususkan hari Jum’at dengan berpuasa kecuali jika
berpapasan dengan puasa yang mesti dikerjakan ketika itu.” (HR. Muslim
dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits ini menunjukkan dalil
yang tegas dari pendapat mayoritas ulama Syafi’iyah dan yang sependapat
dengan mereka mengenai dimakruhkannya mengerjakan puasa secara
bersendirian pada hari Jum’at. Hal ini dikecualikan jika puasa tersebut
adalah puasa yang berpapasan dengan kebiasaannya (seperti berpapasan
dengan puasa Daud, puasa Arofah atau puasa sunnah lainnya, pen), ia
berpuasa pada hari sebelum atau sesudahnya, berpapasan dengan puasa
nadzarnya seperti ia bernadzar meminta kesembuhan dari penyakitnya. Maka
pengecualian puasa ini tidak mengapa jika bertepatan dengan hari Jum’at
dengan alasan hadits ini.”
Demikian pula hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku
mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Janganlah
salah seorang kalian puasa di hari Jum’at kecuali (bersama) sehari
sebelumnya atau setelahnya.” (Muttafaqun‘alaih)
Adapun hikmah dilarangnya puasa pada hari Jum’at karena pada hari itu
disyariatkan memperbanyak ibadah, yaitu zikir, doa, tilawah al-Qur’an,
dan shalawat atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu,
seseorang dianjurkan tidak berpuasa agar bisa menopang terlaksananya
amalan-amalan tersebut dengan semangat dan tanpa kebosanan.
Hal ini sama dengan jamaah haji yang wukuf di Padang Arafah yang
disunnahkan tidak berpuasa karena hikmah tersebut. Ada pula ulama yang
menyebutkan hikmah yang lain, yaitu karena hari Jum’at adalah hari raya,
dan pada hari raya tidak boleh berpuasa.
Demikian pula di antara hikmahnya adalah untuk menyelisihi orang-orang
Yahudi karena mereka mengkhususkan hari raya mereka untuk puasa. Wallahu
a’lam. (Diringkas dari kitab Ahaditsul Jumu’ah hlm. 47-48)
Ke 2; Ketika shalat Shubuh di hari Jum’at dianjurkan membaca Surat As Sajdah dan Surat Al Insan
Sebagaimana terdapat dalam hadits Abu Hurairah, beliau berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَقْرَأُ فِى الصُّبْحِ
يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِ (الم تَنْزِيلُ) فِى الرَّكْعَةِ الأُولَى وَفِى
الثَّانِيَةِ ( هَلْ أَتَى عَلَى الإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ
يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا)
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca pada shalat Shubuh di
hari Jum’at “Alam Tanzil …” (surat As Sajdah) pada raka’at pertama dan
“Hal ataa ‘alal insaani hiinum minad dahri lam yakun syai-am madzkuro”
(surat Al Insan) pada raka’at kedua.”
Catatan: Maksud membaca surat As Sajdah adalah membaca suratnya bukan
memaksudkan untuk mengkhususkan ketika itu dengan surat yang ada ayat
sajdahnya sebagaimana hal ini disalahpahami oleh sebagian orang.
Sehingga tidak perlu mencari surat-surat lain yang terdapat ayat sajdah
dan dibaca ketika Shalat Shubuh pada hari Jum’at. Ini sungguh salah
dalam memahami hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Cukup perkataan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berikut sebagai nasehat,
اتَّبِعُوا، وَلا تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ، كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ
“Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,), janganlah
membuat bid’ah. Karena (sunnah) itu sudah cukup bagi kalian. Semua
bid’ah adalah sesat.”
Diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas radliyallah 'anhuma, Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam membaca dalam shalat Fajar (Shubuh) hari Jum'at: Aliif
Laam Miim Tanziil (Surat al-Sajdah) pada rakaat pertama dan pada rakaat
kedua membaca Surat al-Insan." (HR. Bukhari dan Muslim serta yang
lainnya)
Ke 3; Memperbanyak sholawat Nabi di hari Jum’at
Dari Abu Umamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَكْثِرُوا عَلَىَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ فَإِنَّ
صَلاَةَ أُمَّتِى تُعْرَضُ عَلَىَّ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ ، فَمَنْ
كَانَ أَكْثَرَهُمْ عَلَىَّ صَلاَةً كَانَ أَقْرَبَهُمْ مِنِّى مَنْزِلَةً
“Perbanyaklah shalawat kepadaku pada setiap Jum’at. Karena shalawat
umatku akan diperlihatkan padaku pada setiap Jum’at. Barangsiapa yang
banyak bershalawat kepadaku, dialah yang paling dekat denganku pada hari
kiamat nanti.”
Disunnahkan memperbanyak membaca shalawat untuk Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam. Hal ini berdasarkan hadits Aus bin Aus Radhiyallahu 'Anhu,
dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda:
إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ
وَفِيهِ قُبِضَ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ فَأَكْثِرُوا
عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ
"Sesungguhnya di antara hari kalian yang paling afdhal adalah hari
Jum'at. Pada hari itu Adam diciptakan dan diwafatkan, dan pada hari itu
juga ditiup sangkakala dan akan terjadi kematian seluruh makhluk. Oleh
karena itu perbanyaklah shalawat di hari Jum'at, karena shalawat akan
disampaikan kepadaku."
Para shahabat berkata: "Ya Rasulallah, bagaimana shalawat kami atasmu
akan disampaikan padamu sedangkan kelak engkau telah lebur dengan
tanah?"
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjawab: "Sesungguhnya Allah
mengharamkan bumi memakan jasad para Nabi." (HR. Abu Dawud, Nasai, Ibnu
Majah, Ahmad, dan al Hakim)
Ke 4; Dianjurkan membaca Surat Al Kahfi
Dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إن من قرأ سورة الكهف يوم الجمعة أضاء له من النور ما بين الجمعتين
“Barangsiapa membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, maka ia akan
disinari oleh cahaya di antara dua jum’at”. Dalam lafazh lainnya
dikatakan,
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيقِ.
“Barangsiapa membaca surat Al Kahfi pada malam Jum’at, maka ia akan
mendapat cahaya antara dirinya dan rumah yang mulia (Mekkah).” (Sunan
Ad-Darimi, no. 3273. Juga diriwayatkan al-Nasai dan Al-Hakim)
Juga dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من قرأ سورة الكهف كما أنزلت ، كانت له نورا يوم القيامة من مقامه إلى مكة ،
ومن قرأ عشر آيات من آخرها ثم خرج الدجال لم يسلط عليه ، ومن توضأ ثم قال :
سبحانك اللهم وبحمدك لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك كتب في رق ، ثم
طبع بطابع فلم يكسر إلى يوم القيامة
“Barangsiapa membaca surat Al Kahfi sebagaimana diturunkan, maka ia akan
mendapatkan cahaya dari tempat ia berdiri hingga Mekkah. Barangsiapa
membaca 10 akhir ayatnya, kemudian keluar Dajjal, maka ia tidak akan
dikuasai. Barangsiapa yang berwudhu, lalu ia ucapkan: Subhanakallahumma
wa bi hamdika laa ilaha illa anta, astagh-firuka wa atuubu ilaik (Maha
suci Engkau Ya Allah, segala pujian untuk-Mu, tidak ada sesembahan yang
berhak disembah selain Engkau, aku senantiasa memohon ampun dan
bertaubat pada-Mu), maka akan dicatat baginya dikertas dan dicetak
sehingga tidak akan luntur hingga hari kiamat.”
Dari hadits-hadits di atas menunjukkan dianjurkannya membaca surat Al
Kahfi, bisa dilakukan pada malam Jum’at atau siang hari di hari Jum’at.
Ke 5; Memperbanyak do’a di hari Jum’at
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membicarakan mengenai hari Jum’at lalu ia bersabda,
فِيهِ سَاعَةٌ لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ ، وَهْوَ قَائِمٌ يُصَلِّى
، يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
“Di dalamnya terdapat waktu. Jika seorang muslim berdoa ketika itu,
pasti diberikan apa yang ia minta” Lalu beliau mengisyaratkan dengan
tangannya tentang sebentarnya waktu tersebut.
Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari ketika menjelaskan hadits ini
beliau menyebutkan 42 pendapat ulama tentang waktu yang dimaksud. Namun
secara umum terdapat 4 pendapat yang kuat.
Pendapat pertama, yaitu waktu sejak imam naik mimbar sampai selesai shalat Jum’at, berdasarkan hadits:
هي ما بين أن يجلس الإمام إلى أن تقضى الصلاة
“Waktu tersebut adalah ketika imam naik mimbar sampai shalat Jum’at
selesai”. Pendapat ini dipilih oleh Imam Muslim, An Nawawi, Al
Qurthubi, Ibnul Arabi dan Al Baihaqi.
Pendapat kedua, yaitu setelah ashar sampai terbenamnya matahari. Berdasarkan hadits:
يوم الجمعة ثنتا عشرة يريد ساعة لا يوجد مسلم يسأل الله عز وجل شيئا إلا أتاه الله عز وجل فالتمسوها آخر ساعة بعد العصر
“Dalam 12 jam hari Jum’at ada satu waktu, jika seorang muslim meminta
sesuatu kepada Allah Azza Wa Jalla pasti akan dikabulkan. Carilah waktu
itu di waktu setelah ashar”. Pendapat ini dipilih oleh At Tirmidzi, dan
Ibnu Qayyim Al Jauziyyah. Pendapat ini yang lebih masyhur dikalangan
para ulama.
Pendapat ketiga, yaitu setelah ashar, namun diakhir-akhir hari Jum’at.
Pendapat ini didasari oleh riwayat dari Abi Salamah. Ishaq bin Rahawaih,
At Thurthusi, Ibnul Zamlakani menguatkan pendapat ini.
Pendapat keempat, yang juga dikuatkan oleh Ibnu Hajar sendiri, yaitu
menggabungkan semua pendapat yang ada. Ibnu ‘Abdil Barr berkata:
“Dianjurkan untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa pada dua waktu yang
disebutkan”.
Dengan demikian seseorang akan lebih memperbanyak doanya di hari Jum’at
tidak pada beberapa waktu tertentu saja. Pendapat ini dipilih oleh Imam
Ahmad bin Hambal, Ibnu ‘Abdil Barr.
Ke 6; Melaksanakan shalat Jum'at bagi laki-laki muslim, merdeka,
mukallaf, dan tinggal di negerinya. Atas mereka shalat Jum'at hukumnya
wajib. Sementara bagi budak, wanita, anak kecil dan musafir, maka shalat
Jum'at tidak wajib atas mereka. Namun, jika mereka menghadirinya, maka
tidak apa-apa dan sudah gugur kewajiban Dzuhurnya. Dan kewajiban
menghadiri shalat Jum'at menjadi gugur disebabkan beberapa sebab, di
antaranya sakit dan rasa takut. (Lihat: Syarh al-Mumti': 5/7-24)
Ke 7; Mandi besar pada hari Jum'at juga termasuk tuntunan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Beliau bersabda,
إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ
"Apabila salah seorang kalian berangkat shalat Jum'at hendaklah dia mandi." (HR. Muslim)
Ke 8; Memakai minyak wangi, bersiwak, dan mengenakan pakaian terbagusnya
merupakan adab menghadiri shalat Jum'at yang kudu diperhatikan oleh
seorang muslim. Dari Abu Darda' Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلَبِسَ ثِيَابَهُ وَمَسَّ طِيبًا إِنْ
كَانَ عِنْدَهُ ثُمَّ مَشَى إِلَى الْجُمُعَةِ وَعَلَيْهِ السَّكِينَةُ
وَلَمْ يَتَخَطَّ أَحَدًا وَلَمْ يُؤْذِهِ وَرَكَعَ مَا قُضِيَ لَهُ ثُمَّ
انْتَظَرَ حَتَّى يَنْصَرِفَ الْإِمَامُ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَ
الْجُمُعَتَيْنِ
"Siapa mandi pada hari Jum'at, lalu memakai pakaiannya (yang bagus) dan
memakai wewangian, jika punya. Kemudian berjalan menuju shalat Jum'at
dengan tenang, tidak menggeser seseorang dan tidak menyakitinya, lalu
melaksanakan shalat semampunya, kemudian menunggu hingga imam beranjak
keluar, maka akan diampuni dosanya di antara dua Jum'at." (HR. Ahmad)
Dari Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
غُسْلُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ وَسِوَاكٌ وَيَمَسُّ مِنْ الطِّيبِ مَا قَدَرَ عَلَيْهِ
"Mandi hari Jum'at itu wajib bagi setiap orang yang bermimpi. Begitu
pula dengan bersiwak dan memakai wewangian jika mampu melaksanaknnya
(jika ada)." (HR. Bukhari dan Muslim)
Ke 9; Disunnahkan berangkat lebih pagi (lebih awal) saat menghadiri
shalat Jum'at. Sunnah ini hamper-hampir saja mati dan tidak pernah
terlihat lagi.
مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ
فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ
فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ
فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ
الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ
الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ
حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
"Barangsiapa mandi di hari Jum’at seperti mandi janabah, kemudian datang
di waktu yang pertama, ia seperti berkurban seekor unta. Barangsiapa
yang datang di waktu yang kedua, maka ia seperti berkurban seekor sapi.
Barangsiapa yang datang di waktu yang ketiga, ia seperti berkurban
seekor kambing gibas. Barangsiapa yang datang di waktu yang keempat, ia
seperti berkurban seekor ayam. Dan barangsiapa yang datang di waktu yang
kelima, maka ia seperti berkurban sebutir telur. Apabila imam telah
keluar (dan memulai khutbah), malaikat hadir dan ikut mendengarkan
dzikir (khutbah).” (HR. Muttafaqun 'alaih)
dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
:
إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ
الْمَسْجِدِ الْمَلَائِكَةُ يَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ فَإِذَا
جَلَسَ الْإِمَامُ طَوَوْا الصُّحُفَ وَجَاءُوا يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
"Apabila hari Jum'at tiba, pada pintu-pintu masjid terdapat para
Malaikat yang mencatat urutan orang datang, yang pertama dicatat
pertama. Jika imam duduk, merekapun menutup buku catatan, dan ikut
mendengarkan khutbah." (HR. Bukhari dan Muslim)
Ke 10; Saat menunggu imam datang, seorang muslim yang menghadiri shalat
jum'at dianjurkan untuk menyibukkan diri dengan shalat, dzikir, wirid
ataupun membaca Al-Qur'an.
Ke 11; Wajib mendengarkan khutbah yang disampaikan imam dengan seksama,
tidak boleh sibuk sendiri sehingga tidak memperhatikannya. Akibatnya,
Jum'atannya akan sia-sia.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ
"Jika engkau berkata pada temanmu pada hari Jum'at, "Diamlah!", sewaktu
imam berkhutbah, berarti kemu telah berbuat sia-sia." (Muttafaqun
'Alaih, lafadz milik al Bukhari)
Makna laghauta, menurut Imam al Shan'ani dalam Subulus Salam, ". . .
makna yang paling mendekati kebenaran adalah pendapat Ibnul Muniir,
yaitu yang tidak memiliki nilai baik. Adapula yang mengatakan,
(maknanya) batal keutamaan (pahala-pahala) Jum’atmu dan nilainya seperti
shalat Dhuhur.”
Dalam hadits lain, beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا
"Barangsiapa bermain-main krikil, maka sia-sialah Jum'atnya." (HR. Muslim)
Imam an Nawawi rahimahullah menjelaskan dalam Syarh Shahih Muslim,
"dalam hadits tersebut terdapat larangan memegang-megang krikil dan
lainnya dari hal yang tak berguna pada waktu khutbah. Di dalamnya
terdapat isyarat agar menghadapkan hati dan anggota badan untuk
mendengarkan khutbah. Sedangkan makna lagha (perbuatan sia-sia) adalah
perbuatan batil yang tercela dan hilang pahalanya."
laghauta : yaitu yang tidak memiliki nilai baik. Adapula yang
mengatakan, (maknanya) batal keutamaan (pahala-pahala) Jum’atmu dan
nilainya seperti shalat Dhuhur.
Ke 12; Pada saat masuk masjid, didapati imam sudah naik mimbar
menyampaikan khutbah, maka tetap disunnahkan untuk shalat dua rakaat
yang ringan sebelum ia duduk. Hal ini didasarkan kepada hadits Jabir bin
Abdillah Radhiyallahu 'Anhu, yang menceritakan: Bahwa Sulaik
al-Ghathafani datang ke masjid pada hari Jum'at saat Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam berkhutbah. Sulaik langsung duduk, maka Nabi
Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Jika salah seorang kalian
mendatangi shalat Jum'at, dan (mendapati) imam sedang khutbah, maka
hendaknya ia shalat dua rakaat lalu baru duduk." (HR. Muslim)
Ke 13; Jika sudah selesai melaksanakan shalat Jum'at, disunnahkan
mengerjakan shalat sunnah sesudahnya. Di sebagian riwayat disebutkan,
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam shalat sesudah Jum'at sebanyak dua
rakaat, (Muttafaq' alaih). Dan terdapat dalam riwayat lain, beliau
Shallallahu 'Alaihi Wasallam memerintahkan kepada orang yang
melaksanakan shalat sesudah Jum'at sebanyak empat rakaat, (HR. Muslim)
Ishaq rahimahullah berkata, "Jika ia shalat (sunnah ba'da Jum'at) di
masjid maka ia shalat empat rakaat. Dan jika melaksanakannya di
rumahnya, maka ia shalat dua rakaat."
Abu Bakar al-Atsram berkata, "Kedua-duanya boleh." (al-Hadaiq, Ibnul Jauzsi: 2/183)
"Jika ia shalat (sunnah ba'da Jum'at) di masjid maka ia shalat empat
rakaat. Dan jika melaksanakannya di rumahnya, maka ia shalat dua
rakaat."
Ke 14; Memperbanyak doa di penghujung hari Jum'at, karena termasuk
waktu mustajab untuk dikabulkannya doa. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah
Radliyallah 'Anhu, dia bercerita: "Abu Qasim (Rasululah) Shallallahu
'Alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
"Sesungguhnya pada hari Jum'at itu terdapat satu waktu yang tidaklah
seorang hamba muslim berdiri berdoa memohon kebaikan kepada Allah
bertepatan pada saat itu, melainkan Dia akan mengabulkannya." Lalu
beliau mengisyaratkan dengan tangannya, yang kami pahami, untuk
menunjukkan masanya yang tidak lama (sangat singkat). (Muttafaqun
'Alaih)
Semoga Bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar