Saat mengerjakan shalat, selalu saja ada godaan dan rintangan. Pikiran
melayang entah ke mana, telinga mendengar suara bising, dan mata
dihantui rasa kantuk. Rasa kantuk memang sulit dihindari. Ia bisa datang
kapan saja.
Kalau sudah berat, rasa kantuk akan membuat mata orang tertidur lelap. Tak peduli apakah ia sedang bekerja, santai, makan, bahkan sembahyang sekalipun.
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum tidur ketika shalat. Tidur yang dimaksud di sini tentu bukan disengaja, tapi karena saking kantuknya. Terkait hukumnya, ini jawaban Al-Mawardi di dalam Al-Hawi Al-Kabir:
Kalau sudah berat, rasa kantuk akan membuat mata orang tertidur lelap. Tak peduli apakah ia sedang bekerja, santai, makan, bahkan sembahyang sekalipun.
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum tidur ketika shalat. Tidur yang dimaksud di sini tentu bukan disengaja, tapi karena saking kantuknya. Terkait hukumnya, ini jawaban Al-Mawardi di dalam Al-Hawi Al-Kabir:
وأما القسم الذي اختلف قوله في وجوب الوضوء منه من أقسام النوم فهو النوم
في الصلاة فإن نام في موضع الجلوس كانت صلاته جائزة ووضوءه جائز. وإن نام
في غير الجلوس إما في قيامه أو في ركوعه أو سجوده ففي بطلان وضوئه وصلاته
قولان: أحدهما: وهو قوله في القديم إن وضوءه صحيح وبه قال ثمانية من
التابعين..والقول الثاني: قاله في الجديد أن وضوءه قد انتقض وصلاته قد بطلت
Artinya, “Di antara persoalan yang diperdebatkan ulama adalah kewajiban wudhu’ bagi orang tidur ketika sembahyang. Apabila tidurnya saat duduk, shalat dan wudhu’nya tetap dihukumi keabsahannya. Namun bila tidurnya tidak dalam posisi duduk, semisal berdiri, ruku’, dan sujud, terdapat dua pendapat: pertama, wudhu’ dan shalatnya tetap sah menurut qaul qadimdan didukung oleh pendapat delapan orang thabi’in. Sementara menurut qaul jadid, wudhu’ dan shalatnya batal.”
Ulama beda pendapat mengenai hukum tidur ketika shalat: apakah shalat dan wudhu’nya tetap dihukumi sah atau tidak. Menurut kebanyakan ulama, orang yang ketiduran masih dianggap sah shalatnya jika dalam posisi duduk.
Namun selain posisi duduk, seperti berdiri, ruku’, dan sujud, terdapat dua pendapat: qaul qadimmenghukumi tetap sah dan qaul jadid menghukumi batal.
Al-Majmuu’ ala Syarh al-Muhadzdzab II/13-14 :
وان نام راكعا أو ساجدا أو قائما في الصلاة ففيه قولان قال في الجديد ينتقض
لحديث علي رضي الله عنه ولانه نام زائلا عن مستوى الجلوس فاشبه المضطجع
وقال في القديم لا ينتقض لقوله صلى الله عليه وسلم (إذا نام العبد في صلاته
باهى الله به ملائكته يقول عبدي روحه عندي وجسده ساجدا بين يدى) فلو انتقض
وضوءه لما جعله ساجدا...(الرابعة) في الاحكام وحاصل المنقول في النوم خمسة
اقوال للشافعي الصحيح منها من حيث المذهب ونصه في كتبه ونقل الاصحاب
والدليل انه ان نام ممكنا مقعده من الارض أو نحوها لم ينتقض وان لم يكن
ممكنا انتقض علي أي هيئة كان في الصلاة وغيرها: والثاني انه ينقض بكل حال
وهذا نصه في البويطي: والثالث ان نام في الصلاة لم ينتقض على أي هيئة كان
وان نام في غيرها غير ممكن مقعده انتقض والا فلا وهذه الاقوال ذكرها
المصنف: والرابع ان نام ممكنا أو غير ممكن وهو على هيئة من هيئات الصلاة
سواء كان في الصلاة أو في غيرها لم ينتقض والا انتقض: والخامس ان نام ممكنا
أو قائما لم ينتقض والا انتقض حكى هذين القولين الرافعي وغيره وحكي اولهما
القفال في شرح التلخيص والصواب القول الاول من الخمسة وما سواه ليس بشئ
Bila seseorang tidur dalam keadaan ruku’, sujud atau berdiri dalam shalat maka terdapat dua pendapat :
1.Qaul JADID menyatakan batal wudhunya berdasarkan hadits riwayat Ali ra dan karena ia tidur bergeser dari posisi selain duduk maka disamakan dengan tidur dalam keadaan berbaring
2.Qaul QADIM menyatakan tidak batal wudhunya berdasarkan hadits “Bila seorang hamba tidur dalam shalatnya, Allah memperingatkan malaikatNya seraya berkata : Ruh hambaKu ada pada-Ku dan jasadnya sujud dihadapanKu” Bila wudhunya dinyatakan batal niscaya tidak Allah nyatakan sujud dihadapanNya.
3.Kesimpulan hukum yang terjadi dalam masalah TIDUR terdapat beberapa penrnyataan milik as-Syafi’i :
1.Tidur dengan posisi menetapkan pantatnya pada tanah atau sejenisnya tidak membatalkan shalat, bila tidak menetapkan maka membatalkan disetiap kondisi, dalam shalat atau diluar shalat
2.Membatalkan wudhu disetiap posisi dan kondisi, ini yang jadikan hukum oleh al-Buwaythy
3.Tidur dalam kondisi shalat tidak membatalkan wudhu disetiap posisi apapun, tidur diluar shalat bila dalam posisi menetapkan pantatnya tidak membatalkan wudhu, bila tidak maka batal
4.Tidur dalam posisi-posisi shalat baik menetapkan pantat atau tidak dalam kondisi shalat atau tidak maka tidak membatalkan wudhu
5.Tidur dalam posisi menetapkan pantat atau berdiri tidak membatalkan wudhu, bila tidak dalam kedua posisi ini membatalkan.
Pendapat yang ke 4 dan 5 adalah pendapat yang dihikayahkan oleh ar-Rafi’i dan lainnya sedang pendapat yang ke 2 dan 3 dihikayahkan oleh al-Qaffaal dalam kitab Syarh at-Talkhiish.Pendapat yang benar dari kelima diatas adalah pendapat pertama sedang selainnya bukanlah sesuatu. [ Al-Majmuu’ ala Syarh al-Muhadzdzab II/13-14 ].
NB :
1. Qaul Qadim
Yaitu perkataan lama Imam Syafi’I yang berdasarkan kajiannya dari sumber Alqur’an, Hadits Nabi, atau nash-nash yang lain, yang pernah dikeluarkan sewaktu beliau menetap di Baghdad pada zaman pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyid
2. Qaul Jadid
Yaitu perkataan baru Imam Syafi’I yang dikeluarkan di Mesir setelah dikaji semula semua qaul-qaul beliau yang lama sewaktu di Baghdad (qaul qodim). Dalam penetapan Ashhab Syafi’I, ulama Syafi’iyyah, bahwa qaul jadid (perkataan yang baru) itulah yang lebih kuat untuk diikuti dalam fatwa hukum-hukum agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar