Di antara sekian banyak jenis shalat sunat yang tersebut di kitab-kitab
dan diamalkan oleh masyarakat Islam adalah shalat sunat hajat. Shalat
ini dilakukan oleh seorang muslim ketika dia memiliki suatu keinginan
atau keperluan yang ingin dia capai. Namun tahukah anda ternyata shalat
sunat yang masyhur ini ternyata tidaklah disyariatkan karena ia tidak
memiliki landasan dalil yang shahih?
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَ سْبَغَ اْلوُضُوْءَ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ
يُتِمُّهُمُا أَعْطَاهُ الله ُمَا سَأَلَ مُعَجِّلًا أَوْمُؤَخِّرًا .
(رواه أحمد عن ابيدرداء)
"Barangsiapa berwudhu lalu menyempurnakan wudhunya kemudian melakukan
shalat dua rakaat dengan sempurna, maka Allah akan memberikan kepadanya
apa yang dia minta, cepat maupun lambat." (HR. Ahmad dari Abu Darada
r.a.)
Segala yang ada dalam hidup ini terjadi karena sejumlah sebab (bil
asbaab). Bila kita memiliki keinginan yang hendak kita realisasikan,
shalat Hajat termasuk sebab penting yang diajarkan oleh Nabi Muhammad
Saw.
Seperti kita ketahui, prinsip dasar agama adalah keseimbangan yang
proporsional. Agama melarang kita hanya mengandalkan usaha atau hanya
mengandalkan doa. Kita diperintahkan untuk mengandalkan usaha sekaligus
doa. Doa dan usaha sebetulnya tidak mengenal pemisahan. Kitalah yang
terkadang suka memisah-misahkannya.
Berdoa termasuk usaha dan usaha adalah bagian tak terpisahkan dari doa.
Allah Swt. di dalam Al-Qur’an berjanji bahwa Dia akan mengabulkan doa
orang yang berdoa kepadaNya. Tetapi kemudian dilanjutkan dengan ayat
yang bernada mensyaratkan. Yaitu ”Hendaklah mereka itu memenuhi segala
perintah-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar berada dalam
kebenaran.” (Al-Baqarah: 186)
Shalat Hajat termasuk shalat yang diajarkan Nabi saat kita memiliki
keinginan atau kebutuhan. Menurut At-Tirmidzi dari Abdillah bin Aufa,
Nabi mengajarkan bahwa ketika kita punya hajat kepada Allah atau
manusia, hendaknya kita melakukan shalat dua rakaat yang disebut Shalat
Hajat. Sekali lagi, tentu saja ini harus dibarengi dengan usaha lahir
(ikhtiar) sesuai kemampuan dan keadaan.
Ada ulama yang menganjurkan shalat hajat dan ada yang tidak. Shalat ini
dilakukan ketika punya hajat pada Allah, atau pada sesama atau bahkan
bisa juga meminta kesembuhan dari suatu penyakit sebagaimana penjelasan
dalam hadits.
Ulama yang menganjurkan adanya shalat hajat berdalil dengan hadits dari ‘Utsman bin Hunaif sebagai berikut.
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ حُنَيْفٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلاً ضَرِيْرَ
الْبَصَرِ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ:
اُدْعُ اللهَ أَنْ يُعَافِيْنِيْ، قَالَ: إِنْ شِئْتَ دَعَوْتُ وَإِنْ
شِئْتَ صَبَرْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ. قَالَ: فَادْعُهُ، قَالَ: فَأَمَرَهُ
أَنْ يَتَوَضَّأَ فَيُحْسِنَ وُضُوْئَهُ وَيَدْعُوْهُ بِهَذَا الدُّعَاءِ:
اَلَّلهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ
نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، إِنِّيْ أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّيْ فِيْ
حَاجَتِيْ هَذِهِ لِتَقْضَى لِيْ اَللَّهُمَّ فَشَفَعْهُ فِيْ. قَالَ:
فَفَعَلَ الرَّجُلُ فَبَرَأَ.
Dari Utsman bin Hunaif, bahwasanya ada seorang laki-laki buta yang
pernah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata,
“Berdoalah kepada Allah agar Dia menyembuhkanku!” Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika engkau menginginkan demikian, saya
akan doakan, tetapi jika engkau mau bersabar, itu lebih baik bagimu.”
Lelaki itu menjawab, “Berdoalah!” Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkannya supaya berwudhu dengan sempurna dan shalat dua
rakaat lalu berdoa dengan doa ini, “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dan
menghadap kepada-Mu dengan Nabi-Mu, Nabi rahmat. Sesungguhnya, saya
menghadap denganmu kepada Rabbku agar terpenuhi hajatku. Ya Allah,
berilah syafaat kepadanya untukku.” Dia berkata, “Lelaki itu kemudian
mengerjakan (saran Nabi) lantas dia menjadi sembuh.”
(Shahih. Diriwayatkan Ahmad dalam Musnad-nya, 4:138, Tirmidzi:3578,
Ibnu Majah:1384, Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya:1219, Ath-Thabrani
dalam Al-Mu’jamul Kabir, 3:2, dan Al-Hakim dalamAl-Mustadrak:1221.)
Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shahih gharib.” Abu Ishaq berkata,
“Hadits ini shahih.” Al-Hakim berkata, “Sanadnya shahih,” dan hal ini
disetujui oleh Adz-Dzahabi.Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits
ini shahih
Adapun ulama yang meniadakan shalat hajat, mereka memaksudkan seperti yang terdapat dalam hadits berikut ini.
عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
قَالَ: "اثْنَتَا عَشْرَةَ رَكْعَةً تُصَلِّيهِنَّ مِنْ لَيْلٍ أَوْ
نَهَارٍ، وَتَتَشَهَّدُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ، فَإِذَا تَشَهَّدْتُ
فِي آخِرِ صَلَاتِك، فَأَثْنِ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَصَلِّ عَلَى
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَاقْرَأْ وَأَنْتَ سَاجِدٌ
فَاتِحَةَ الْكِتَابِ سَبْعَ مَرَّاتٍ، وَآيَةَ الْكُرْسِيِّ سَبْعَ
مَرَّاتٍ، وَقُلْ: لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ،
لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ،
عَشْرَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ قُلْ: اللَّهُمَّ إنِّي أَسْأَلُك بِمَعَاقِدِ
الْعِزِّ مِنْ عَرْشِك، وَمُنْتَهَى الرَّحْمَةِ مِنْ كِتَابِك، وَاسْمِك
الْأَعْظَمِ، وَكَلِمَاتِك التَّامَّةِ، ثُمَّ سَلْ حَاجَتَك، ثُمَّ
ارْفَعْ رَأْسَك، ثُمَّ سَلِّمْ يَمِينًا وَشِمَالًا، وَلَا تُعَلِّمُوهَا
السُّفَهَاءَ، فَإِنَّهُمْ يَدْعُونَ بِهَا، فَيُسْتَجَابُ"
Artinya: “Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Dua belas rekaat kamu
mengerjakannya siang dan malam hari dan duduk bersyahadat setiap dua
rakaat, maka jika kamu duduk bertasyahhud dalam akhir shalatmu, pujilah
Azza wa Jalla dan bershalawatlah atas nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam, bacalah ketika kamu sujud surat Al Fatihah sebanyak tujuh
kali, ayat kursi sebanyak tujuh kali dan ucapkanlah:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
Sebanyak sepuluh kali, kemudian ucapkanlah:
اللهم إني أسألك بمعاقد العز من عرشك ومنتهى الرحمة من كتابك واسمك الأعظم وجدك الأعلى وكلماتك التامة
Kemudian mintalah kebutuhannmu lalu angkatlah kepalamu kemudian
uacapakan salam ke kanan dan ke kiri dan tidaklah kamu ajarkan kepada
orang-orang bodoh, karena sesungguhnya mereka berdoa dengannya maka akan
dikabulkan.”
Hadits diriwayatkan oleh Ibnu Al Jauzi di dalam kitab Al Maudhu’at,
(2/142 Asy Syamela) , Al Baihaqi di dalam kitab Ad Da’awat Al Kabir,
2/157 –“392”, dari jalan ‘Umar bin Harun Al Balkhi ia meriwayatkan dari
Ibnu Juraij, ia meriwayatkan dari Daud bin Abu Ashim, ia meriwayatkan
dari Abdulah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.
Derajat Hadits: Palsu atau Sangat Lemah Sekali
Ibnu Al Jauzi rahimahullah berkata:
هَذَا حَدِيثٌ مَوْضُوعٌ بِلَا شَكٍّ وَإِسْنَادُهُ مُخَبَّطٌ كَمَا تَرَى
وَفِي إسْنَادِهِ عُمَرُ بْنُ هَارُونَ، قَالَ ابْنُ مَعِينٍ فِيهِ:
كَذَّابٌ، وَقَالَ ابْنُ حِبَّانَ: يَرْوِي عَنْ الثِّقَاتِ
الْمُعْضِلَاتِ، وَيَدَّعِي شُيُوخًا لَمْ يَرَهُمْ، وَقَدْ صَحَّ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النَّهْيُ عَنْ الْقِرَاءَةِ
فِي السُّجُودِ، انْتَهَى كَلَامُهُ.
“Ini adalah hadits palsu tanpa diragukan, sanadnya ngawur sebagaimana
yang anda lihat, di dalam sanadnya terdapat Umar bin Harun, Yahya (bin
Ma’in) berkata: “Ia (Umar bin Harun) adalah tukang dusta”, Ibnu Hibban
berkata: “Ia meriwayatkan dari para perawi tsiqah Al Mu’dhilat dan
mengaku bertemu dengan para perawi terkemuka yang belum pernah ia lihat.
Dan telah shahih dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
larangan membaca Al Quran ketika sujud.” Lihat kitab Al Maudhu’at,
(2/143, Asy Syamela) dan lihat juga Nashb Ar Rayah, 4/273.
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Asakir di dalam kitab Tarikh
Dimasyq (36/471) melalui jalan Al Hasan bin Yahya Al Khusani, ia
meriwayatkan dari Ibnu Juraij, ia meriwayatkan dari ‘Atha’ bin Abi
Rabah, ia meriwayatkan dari Abu Hurairah.
Sedangkan Al Hasan bin Yahya ini adalah seorang perawi lemah sekali, dan
ia menyendiri dengan sanad ini. Lihat kitab Al Qaul Al Badi’, hal. 430.
Dari Abdullah bin Abi Aufa, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَتْ لَهُ إِلَى اللهِ حَاجَةٌ أَوْ إِلَى أَحَدٍ مِنْ بَنِي آدَمَ
فَلْيَتَوَضَّأْ وَلْيُحْسِنِ الْوُضُوءَ ثُمَّ لْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ
ثُمَّ لْيُثْنِ عَلَى اللهِ وَلْيُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ ثُمَّ لْيَقُلْ:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ، سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ
الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، أَسْأَلُكَ
مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ وَالْغَنِيمَةَ مِنْ كُلِّ
بِرٍّ وَالسَّلاَمَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ، لاَ تَدَعْ لِي ذَنْبًا إِلاَّ
غَفَرْتَهُ وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ وَلاَ حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضًا
إِلاَّ قَضَيْتَهَا، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
“Barang siapa yang mempunyai kebutuhan kepada Allah atau kepada
seseorang dari bani Adam, maka berwudhulah dan perbaikilah wudhunya
kemudian shalatlah dua raka’at. Lalu hendaklah ia memuji Allah Ta’ala
dan bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan
mengucapkan (do’a), ‘Tidak ada sesembahan yang benar melainkan Allah
yang Maha Penyantun dan Mahamulia, Mahasuci Allah Rabb Arsy yang agung,
segala puji millik Allah Rabb sekalian alam, aku memohon kepada-Mu
hal-hal yang menyebabkan datangnya rahmat-Mu, dan yang menyebabkan
ampunan-Mu serta keuntungan dari tiap kebaikan dan keselamatan dari
segala dosa. Janganlah Engkau tinggalkan pada diriku dosa kecuali Engkau
ampuni, kegundahan melainkan Engkau berikan jalan keluarnya, tidak pula
suatu kebutuhan yang Engkau ridhai melainkan Engkau penuhi, wahai Yang
Maha Penyayang di antara penyayang’.” (HR. Tirmidzi no. 479 dan Ibnu
Majah no. 1384. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini
dha’if jiddan) Derajat Hadits: Lemah Sekali, karena sumber sanadnya ada
pada Faid bin Abduirrahman dan ia adalah seorang perawi yang dituduh
berdusta dalam meriwayatkan hadits.
Abu Hatim Ar Razi berkata:
"وأحاديثه عن ابن أبي أوفى بواطيل لا تكاد ترى لها أصلاً؛ كأنه لايُشْبِه
حديث ابن أبي أوفى، ولو أن رجلاً حلف أن عامة حديثه كَذِبٌ لم يحنث".
“Dan hadits-haditsnya meriwayatkan dari Ibnu Abi Awfa adalah
hadits-hadits yang batil, kamu tidak akan mendapatkan asal (riwayatnya),
seakan-akan ia tidak menyerupai hadits Ibnu Abi Awfa, jikalau seseorang
bersumpah bahwa seluruh periwayatannya adalah dusta, maka ia tidak
berdusta.” Lihat Kitab Al Jarh wa At Ta’dil, 7/84.
Al Hakim berkata:
"روى عن ابن أبي أوفى أحاديث موضوعة".
“Ia (Faid) telah meriwayatkan dari Ibnu Abi Awfa hadits-hadits Palsu.”
Lihat Kitab Tahdzib At Tahdzib, 8/256 dan Mizan Al I’tidal, 3/339.
Disebutkan di dalam Al Buhuts Al Islamiyyah:
قال أحمد: متروك الحديث. وقال ابن معين: ضعيف ليس بثقة، وليس بشيء. وقال
أبو حاتم: ذاهب الحديث ... وأحاديثه عن ابن أبي أوفى بواطيل لا تكاد ترى
لها أصلا؛ كأنه لا يشبه حديث ابن أبي أوفى، ولو أن رجلا حلف أن عامة حديثه
كذب لم يحنث. وقال البخاري: منكر الحديث. وقال النسائي: ليس بثقة. ومرة
قال: متروك الحديث، وقال الحاكم: روى عن ابن أبي أوفى أحاديث موضوعة. وقال
ابن حبان: لا يجوز الاحتجاج به. وقال الذهبي: تركوه. وقال ابن حجر: متروك
اتهموه.
Ahmad berkata: “Ia (Faid) seorang yang matrukul hadits”, Ibnu Ma’in
berkata: “Ia lemah dan tidak tsiqah, tidak ada apa-apanya.” Abu Hatim:
Dzahibul Hadits (haditsnya lenyap), Al Bukhari berkata: “Ia adalah
mungkarul hadits (riwayatnya lemah dan menyelisihi yang kuat), An Nasai:
“Tidak tsiqah”, terkadang beliau berkata: “Matrukul hadits”, dan Al
Hakim berkata: “Diriwayatkan dari Ibnu Abi Awfa hadits-hadits yang
palsu”, dan Ibnu Hibban berkata: “Tidak boleh berhujjah dengannya”. Adz
Dzahabi berkata: “Mereka (para perawi hadits) meninggalkan
(periwayatan)nya. Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Ia (seorang perwai
yang) matruk dan mereka (para ahli hadits) menuduhnya memalsukan
hadits.” Lihat Majalah Al Buhuts Al Islamiyyah, (84/99 Asy Syamela).
Hadits ini disebutkan oleh Ibnul Jauzi di dalam kitab Al Maudhu’at
(hadits-hadits palsu), dan As Sakhawi mengomentari Ibnul Jauzi:
"وقد توسَّعَ ابنُ الجوزي فذكر هذا الحديث في الموضوعات وفي ذلك نظر... وفي الجملة هو حديثٌ ضعيفٌ جداً".
“Ibnul Jauzi terlalu luas, menyebutkan hadits ini di dalam kitab Al
Maudhu’at dan di dalam hal ini terdapat koreksian…dan pada umumnya ia
adalah hadits yang lemah sekali.” Lihat kitab Al Qaul Al Badi’, hal.
431.
Dalam riwayat Ibnu Majah disebutkan,
ثُمَّ يَسْأَلُ اللَّهَ مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ مَا شَاءَ فَإِنَّهُ يُقَدَّرُ
“Kemudian ia meminta pada Allah urusan dunia dan akhiratnya, maka ia akan ditetapkan.”
Hadits di atas dibawakan oleh At-Tirmidzi pada Bab “Tentang Shalat Hajat”.
Dari hadits di atas para ulama masih menyatakan adanya anjuran shalat
sunnah hajat. Bahkan dikatakan dalam Ensiklopedia Fikih atau Al-Mawsu’ah
Al-Fiqhiyyah 27: 211, “Para ulama sepakat bahwa shalat sunnah hajat
adalah shalat yang disunnahkan.”
Ijmak (kesepakatan) ulama empat madzhab atas sunnah-nya shalat hajat.
Ulama madzhab empat yang mensunnahkan/mensyariatkan shalat hajat adalah
sebagai berikut:
a. Madzhab Maliki: Imam Dasuki dalam kitab Hasyiah-nya.
b. Madzhab Hanafi: Imam Najim dalam kitab Al-Bahr ar-Ra'iq dan Ibnu Abidin dalam kitab Hasyiah-nya.
c. Madzhab Syafi'i: Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmuk Syarh al-Muhadzab
d. Madzhab Hanbali: Ibnu Qudama dalam Al-Mughni, Bahuni dalam Kasyaful Qina, Ibnu Qasim dalam Hasyiah ar-Raudh.
Shalat hajat tersebut dua raka’at sebagaimana pendapat dari ulama
Malikiyah, Hambali dan masyhur dalam pendapat Syafi’iyah. Waktu
pelaksanaan shalat hajat tidak ada waktu khusus dan pelaksanaan dua
raka’at sama seperti shalat sunnah lainnya, tidak ada tata cara khusus.
CARA SHALAT HAJAT
1. Sebagaimana shalat lain, syarat utama adalah suci dari hadats kecil
dan hadats besar. Kalau tidak, maka harus berwudhu (untuk hadats kecil)
dan mandi junub terlebih dahulu untuk hadats besar.
2. Cara mengerjakan shalat Hajat ini sama seperti shalat sunnah biasa.
Bedanya hanya pada niat, waktu, dan doa. Niat shalat Hajat itu bisa
menggunakan lafadz seperti di bawah ini:
أُصَِلّي سُنَّةََََََََ الْحَاجَةِ رَكْعَتَيْنِ لله تَعَالَي
”Aku niat Shalat Hajat dua rakaat karena Allah.”
3. Lakukan shalat 2 (dua) raka'at.
a. Rakaat pertama membaca Al-Fatihah dan surat Al-Kafirun.
b. Rakaat kedua membaca Al-Fatihah dan surat Al-Ikhlas. Dan setelah salam, baca doa di bawah.
Adapun do’a yang dibaca, bisa mengamalkan apa yang disebutkan dalam hadits di atas:
Doa pertama:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِمُحَمَّدٍ نَبِيِّ
الرَّحْمَةِ. يَا مُحَمَّدُ، إِنِّي قَدْ تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّي
فِي حَاجَتِي هَذِهِ لِتُقْضَى. اللَّهُمَّ فَشَفِّعْهُ فِيَّ
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu
dengan Muhammad Nabiyyurrahmah. Wahai Muhammad, sesungguhnya aku
menghadap kepada Rabbku denganmu dalam kebutuhanku ini agar ditunaikan.
Ya Allah, terimalah syafa’atnya untukku.”
Doa kedua:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ، سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ
الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، أَسْأَلُكَ
مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ وَالْغَنِيمَةَ مِنْ كُلِّ
بِرٍّ وَالسَّلاَمَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ، لاَ تَدَعْ لِي ذَنْبًا إِلاَّ
غَفَرْتَهُ وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ وَلاَ حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضًا
إِلاَّ قَضَيْتَهَا، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
“Tidak ada sesembahan yang benar melainkan Allah yang Maha Penyantun dan
Mahamulia, Mahasuci Allah Rabb Arsy yang agung, segala puji millik
Allah Rabb sekalian alam, aku memohon kepada-Mu hal-hal yang menyebabkan
datangnya rahmat-Mu, dan yang menyebabkan ampunan-Mu serta keuntungan
dari tiap kebaikan dan keselamatan dari segala dosa. Janganlah Engkau
tinggalkan pada diriku dosa kecuali Engkau ampuni, kegundahan melainkan
Engkau berikan jalan keluarnya, tidak pula suatu kebutuhan yang Engkau
ridhai melainkan Engkau penuhi, wahai Yang Maha Penyayang di antara
penyayang.”
Oleh karena seorang muslim hendaknya mengamalkan amalan yang ada
dalilnya dan meninggalkan amalan-amalan yang tidak ada dalilnya.
Alhamdulillah disana ada cara yang lebih baik bagi kita untuk memenuhi
hajat kita, yaitu dengan cara berdoa kepada Allah, terutama di waktu dan
keadaan yang mustajab.
Berkata Asy-Syuqairy rahimahullah:
وأنت قد علمت ما في هذا الحديث من المقال ، فالأفضل لك والأخلص والأسلم أن
تدعو الله تعالى في جوف الليل وبين الأذان والإقامة وفي أدبار الصلوات قبل
التسليم ، وفي أيام الجمعات ، فإن فيها ساعة إجابة ، وعند الفطر من الصوم ،
وقد قال ربكم ( أدعوني أستجب لكم ) وقال : ( وإذا سألك عبادي عني فإني
قريب أجيب دعوة الداع إذا دعان ) وقال : ( ولله الأسماء الحسنى فادعوه بها )
“Dan anda sudah tahu bahwa hadist ini (tentang shalat hajat) ada
pembicaraan (tentang kelemahannya), maka yang afdhal, lebih ikhlash, dan
lebih selamat engkau berdoa kepada Allah di tengah malam, dan antara
adzan dan iqamat, di akhir shalat sebelum salam, pada hari jumat karena
di dalamnya ada waktu ijabah (dikabulkan doa), dan ketika berbuka puasa,
Allah telah berfirman:
( أدعوني أستجب لكم )
“Berdoalah kepadaKu maka akan kabulkan.” Dan Allah juga berfirman:
( وإذا سألك عبادي عني فإني قريب أجيب دعوة الداع إذا دعان )
“Dan jika hambaKu bertanya tentang diriKu maka katakanlah bahwasanya Aku
dekat, Aku akan mengabulkan doa orang yang berdoa kepadaKu.”Allah juga
berfirman:
( ولله الأسماء الحسنى فادعوه بها )
“Dan bagi Allahlah nama-nama yang baik, maka berdoalah denganNya”
Takhtimah
Sholat Hajat Bukan Bid'ah
Sholat hajat disyariatkan dan disunnahkan dengan kesepakatan seluruh ulama ( mausu'ah fiqhiyyah kuwaitiyyah ) :
اتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ عَلَى أَنَّ صَلاَةَ الْحَاجَةِ مُسْتَحَبَّةٌ.
Sebab Alloh memerintahkan kita untuk meminta tolong kepada-Nya dengan wasilah mendirikan sholat
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ [البقرة :
45
Artinya : Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan
Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang
yang khusyu' ( QS .AlBaqoroh :45 )
Ibnu katsier rahimahulloh berkata : Alloh memerintahkan hamba-hamba-Nya
yang ingin mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat supaya meminta tolong ( kepada Alloh ) dengan sabar dan sholat .
Adapun yang dimaksud dengan sabar adalah shiyam sebagaimana dijelaskan oleh Imam Mujahid
Demikian juga Nabi kita shollallohu alaihi wa sallam, beliau jika
mendapatkan masalah bersegera memohon kepada Alloh dengan sholat .
( عنْ حُذَيْفَةَ قَالَ : كَانَ النَّبِىُّ –صلى الله عليه وسلم- إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ صَلَّى .) سنن أبى داود- (1 / 507
Dari hudzaifah radhiyallohu anhu berkata ; adalah Nabi shollallohu
alaihi wa sallam jika mendapat masalah pelik beliau segera sholat (
HR.Abu Dawud, dishahihkan oleh Albany rahimahulloh ).
Juga ketika datang seorang buta meminta doa kepada Nabi shollallohu
alaihi wa sallam supaya sembuh dari sakitnya maka beliau shollallohu
alaihi wa sallam memerintahkannya sholat hajat .
عن عثمان بن حنيف رضي الله عنه أن أعمى أتى إلى رسول الله صلى الله عليه
وسلم فقال يا رسول الله ادع الله أن يكشف لي عن بصري قال أو أدعك قال يا
رسول الله إنه قد شق علي ذهاب بصري قال فانطلق فتوضأ ثم صل ركعتين ثم قل
اللهم إني أسألك وأتوجه إليك بنبيي محمد صلى الله عليه وسلم نبي الرحمة يا
محمد إني أتوجه إلى ربي بك أن يكشف لي عن بصري اللهم شفعه في وشفعني في
نفسي ) صحيح الترغيب والترهيب - (1 / 166)
Dari Utsman bin Hanif radhiyallohu anhu bahwa seorang buta datang kepada
Nabi shollallohu alaihi wasallam dan berkata : Wahai Rasulalloh,
berdoalah kepada Alloh agar Dia menyembuhkan mataku maka Nabi
shollallohu alaihi wa sallam bersabda bagaimana jika aku enggan ? maka
orang itu berkata ; sungguh berat bagiku kehilangan penglihatan ini.Lalu
Nabi shollallohu alaihi wa sallam bersabda : pergi dan berwudhulah lalu
sholatlah dua rokaat kemudian berdoalah..( HR.Turmudzy dan Nasa’iy ,
dishahihkan Albany dalam shahih targhib wa tarhib )
Adapun contoh nukilan dari ulama madzhab yang empat :
1.Madzhab Hanafy
Berkata Ibnu Nujaim alhanafy rahimahulloh : termasuk yang disunnahkan adalah sholat hajat yaitu dua rokaat
. وَمِنْ الْمَنْدُوبَاتِ صَلَاةُ الْحَاجَةِ وَهِيَ رَكْعَتَانِ كما
ذَكَرَهُ في شَرْحِ مُنْيَةِ الْمُصَلِّي مع ما قَبْلَهُ من
الِاسْتِخَارَةِ وَالْأَحَادِيثُ بها مَذْكُورَةٌ في التَّرْغِيبِ والترهب
)البحر الرائق - (2 / 56) .
2.Madzhab Maliki
Dalam fikih madzhab maliky sholat ini disebut dengan sholat qodho alhajat
لما روى عبد الله بن أبي أوفى قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : (
من كانت له إلى الله حاجة أو إلى أحد من بني آدم فليتوضأ فليحسن الوضوء ثم
ليصل ركعتين (فقه العبادات - مالكي - (1 / 199
(disunnahkan sholat qadha alhajat ) karena hadits yang diriwayatkan
Abdulloh ibnu abi Aufa berkata ; bersabda Nabi shollalohu alaihi wa
sallam ; barang siapa memiliki hajat kepada Alloh atau kepada bani adam
maka hendaknya ia berwudhu dengan baik lalu sholat dua rokaat ( fiqh
ibadat maliky )
3.Madzhab Syafi’iy
منها: صلاة الاستخارة والحاجة, ولا شك في اشتراط التعيين فيهما ولم أر من
تعرض لذلك, لكن قال النووي في الأذكار: الظاهر أن الاستخارة تحصل بركعتين
من السنن الرواتب, وبتحية المسجد, وبغيرها من النوافل.) الأشباه والنظائر -
(1 / 23
Berkata Imam Suyuthi : diantaranya adalah sholat istikhoroh dan hajat,
tidak ragu bahwa disyaratkan penentuan niat.tetapi Nawawy berkata dalam
al adzkar bahwa istikhoroh dapat dilakukan setelah dua rakaat sunah
rawatib dan tahiyatul masjid dan selainnya dari sholat nafilah.
4.madzhab Hanbaly
Berkata Ibnu Qudamah dalam kitab almughny : Fasal ( termasuk sholat
sunnah ) adalah sholat hajat dari abdulloh ibnu abi aufa berkata :
bersabda Rasululloh shollallohu alkaihi wasallam barangsiapa mempunyai
hajat kepada Alloh atau kepada seorang dari bani adam maka hendaknya ia
berwudhu dan membaguskan wudhu lalu sholat dua rokaat..HR.Turmudzy.
• Demikian pula yang dikatakan oleh ulama masa kini.
1. Syaikh Abdul aziz bin Abdulloh bin Baz rahimahulloh ditanya tentang sholat hajat :
مجموع فتاوى ابن باز(30)جزءا - (25 / 165) س: هل الحديث الذي رواه أحمد في
صلاة الحاجة صحيح أم لا؟ ج: نعم، روى أحمد - رحمه الله - وغيره بإسناد
صحيح عن علي - رضي الله عنه - عن الصديق - رضي الله عنه - أن الرسول - عليه
الصلاة والسلام - قال: « من أذنب ذنبا ثم تاب ثم تطهر وصلى ركعتين فتاب
إلى الله من ذلك تاب الله عليه » (2) أو كما قال - عليه الصلاة والسلام -.
هذا صحيح وثابت وهو من الأسباب المعروفة إذا أذنب وأتى شيئا مما يكرهه الله
ثم تطهر وصلى ركعتين - صلاة التوبة - ثم سأل ربه واستغفره فهو حري بالتوبة
كما وعده الله بذلك، وحديث صلاة الاستخارة يسمى أيضا صلاة الحاجة لأن
الاستخارة في الحاجات التي تهم الإنسان فيشرع له أن يصلي ركعتين ويستخير
الله في ذلك.
Soal : apakah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad tentang sholat hajat shahih ? atau tidak ?
Jawab : Ya, Imam Ahmad dan selainnya meriwayatkan dengan sanad shahih
dari Ali radhiyallohu anhu dari Ashidieq radhiyallohu anhu bahwa Nabi
shollallohu alaihi wasallam bersabda ; barang siapa terlanjur melakukan
dosa lalu bertaubat dan bersuci dan sholat dua rokaat serta bertaubat
kepada Alloh maka Alloh akan memberi ampunan kepada-Nya.atau sebagaimana
yang beliau sabdakan.ini shahih dan tsabit dan termasuk sebab yang
disyariatkan jika seorang berdosa atau melakukan sesuatu yang dibenci
Alloh kemudian bersuci dan sholat dua rokaat yaitu sholat taubat
kemudian meminta kepada Alloh dan memohon ampun maka ia pantas mendapat
ampunan seperti yang Alloh janjikan.Dan hadits sholat istikhoroh disebut
juga sholat hajat karena istikhoroh dilakukan ketika seorang mempunyai
hajat sehingga disyariatkan sholat dan meminta pilihan kepada Alloh .
2.Syaikh Abu Bakar Al Jaza’iry hafidzahulloh Beliau mengatakan ketika mentafsirkan Surat Al Hijr ; 99 :
أيسر التفاسير للجزائري - (3 / 97)
مشروعية صلاة الحاجة فمن حزبه أمر أو ضاق به فليصل صلاة يفرج الله تعالى بها ما به أو يقضي حاجته إن شاء وهو العليم الحكيم. .
Disyariatkan sholat hajat.Maka barangsiapa gelisah dengan suatu masalah
atau merasa sempit maka hendaknya ia sholat sehingga Alloh akan
memberikan kemudahan dan menyampaikan hajatnya jika Ia berkehendak dan
Dia Maha Mengetahui lagi Maha bijaksana .
Sholat hajat disyariatkan dengan dalil-dalil di atas dan tidak bisa dikatakan bid’ah, bahkan pendapat demikian adalah muhdats.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar