Kita sering mendengar yang namanya sholat tasbih, sebagian besar umat
Islam sering melakukannya, karena merupakan salah satu sholat sunnah
yang mana bisa dilakukan pada malam hari. maupun pada siang hari. Imam
Ghozali dalam kitabnya Ihya’ Ulumiddin mengatakan “Sholat tasbih ini
adalah merupakan sholat yang pernah dilakukan oleh Rosululloh Saw,
makanya kalau bisa alangkah baiknya bagi orang Islam untuk melakukannya
minimal dalam seminggu sekali atau kalau tidak mampu mungkin dalam
sebulan cukup sekali”.
Adapun tendensi hadis yang digunakan oleh ulama’ yang mengatakan bahwa
sholat tasbih adalah sunnah berupa hadis yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud dalam kitab sholat bab sholat tasbih, Imam Turmuzi, Ibnu Majjah
dalam kitab Iqoomah Assholah bab sholat tasbih, Ibnu Khuzaimah, Imam
Baihaqi dalam bab sholat tasbih, Imam Thobroni dalam Mu’jam Alkabir dari
Ibnu Abbas dan Abu Rofi’ bahwa dalam syarah hadis, Nabi telah
menjelaskan kepada pamannya Abbas Bin Abdul Mutholib suatu amalan yang
mana kalau dikerjakan oleh beliau dapat menyebabkan diampuni dosannya
baik yang akan datang maupun yang telah lewat, salah satu amalan
tersebut adalah sholat tasbih.
Adapun pakar hadis dalam menganalisa hadis ini melalui jalur sanad
maupun matan terjadi perbedaan, diantara ulama’ ada yang mengatakan
bahwa hadis ini adalah shohih, ada lagi yang mengatakan bahwa hadis ini
adalah lemah, bahkan ada juga yang mengatakan bahwa hadis ini sampai
kederajad maudlu’.
Tentang shalat tasbih yang ditanyakan, nash haditsnya adalah sebagai berikut,
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَـلَّمَ
قَالَ لِلْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ المُطَّلِبِ يَا عَبَّاسُ يَا عَمَّاهُ
أَلاَ أُعطِيْكُ أَلاَ أَمْنَحُكَ أَلاَ أَحَبُوِكَ أَلاَ أَفَعَلُ بِـكَ
عَشْرَ خِصَالٍ إِذَا أَنْتَ فَعَلْـتَ ذَلِكَ غَفَرَ اللهُ لَكَ ذَنْبَكَ
أَوْلَهُ وَآخِرَهُ قَدِيمـَهُ وَحَدِيْثَهُ خَطَأَهُ وَعَمْدَهُ
صَغِيْرَهُ وَكَبِـيْرَهُ سِـرَّهُ وَعَلاَنِيَـتَهُ عَشْرَ خِصَالٍ أَنْ
تُصَلِّيَ أَرْبـَعَ رَكَعَاتٍ تَكْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَاتِحَةَ
الكِتَابِ وَسُورَةً فَإِذَا فَرَغْتَ مِنْ الْقِرَائَةِ فِي أَوَّلِ
رَكْعَةٍ وَأَنْتَ قَائِمٌ قُلْتَ سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُلِ لِلَّهِ
وَلاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ خَمْسَ عَشْرَةَ مَرَّةً
ثُمَّ تَرْكَعُ فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ رَاكِعٌ عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ
رَأْسَكَ مِنْ الرُّكُوعِ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَهْوِي سَـاجِدًا
فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ سَـاجِدٌ عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنْ
السُّجُودِ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَسْـجُدُ فَتَقُولُهَا ثُمَّ
تَرْفَعُ رَأْسَكَ فَتَقُولُهَا عَشْرًا فَذَلِكَ خَمْسٌ وَسَبْعُونَ فِي
كُلِّ رَكْعَةٍ تَفْعَلُ ذَلِكَ فِي أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ إِنْ اسْتَطَعْتَ
أَنْ بُصَلِّيَهَا فِي كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً فَافْعَلْ فَإِنْ لَمْ
تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُ فَفِي كُلِّ
شَهْرٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ سَـنَةٍ مَرَّةً فَإِنْ
لَمْ تَفْعَلْ فَفِي عُمُركَ مَرَّةً
“Dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah bersabda kepada Abbas bin Abdul
Muththalib, “Hai Abbas, hai pamanku, maukah engkau aku beri? Maukah
engkau aku kasih? Maukah engkau aku beri hadiah? Maukah engkau aku ajari
sepuluh sifat (pekerti)? Jika engkau melakukannya, Allah mengampuni
dosamu: dosa yang awal dan yang akhir, dosa yang lama dan yang baru,
dosa yang tidak disengaja dan yang disengaja, dosa yang kecil dan yang
besar, dosa yang rahasia dan terang-terangan, sepuluh macam (dosa).
Engkau shalat empat rakaat. Pada setiap rakaat engkau membaca al-Fatihah
dan satu surat (al-Quran). Jika engkau telah selesai membaca (surat)
pada awal rakaat, sementara engkau masih berdiri, engkau membaca,
‘Subhanallah, walhamdulillah, walaa ilaaha illa Allah, wallahu akbar’
sebanyak 15 kali. Kemudian ruku’, maka engkau ucapkan (dzikir) itu
sebanyak 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu dari ruku’, lalu
ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau turun sujud,
ketika sujud engkau ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian
engkau angkat kepalamu dari sujud, maka engkau ucapkan (dzikir) itu
sebanyak 10 kali. Kemudian engkau bersujud, lalu ucapkan (dzikir) itu
sebanyak 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu, maka engkau ucapkan
(dzikir) itu sebanyak 10 kali. Maka itulah 75 (dzikir) pada setiap satu
rakaat. Engkau lakukan itu dalam empat rakaat. Jika engkau mampu
melakukan (shalat) itu setiap hari sekali, maka lakukanlah! Jika engkau
tidak melakukannya, maka (lakukan) setiap bulan sekali! Jika tidak, maka
(lakukan) setiap tahun sekali! Jika engkau tidak melakukannya, maka
(lakukan) sekali dalam umurmu.”
[Hadits riwayat Abu Dawud 1297; Ibnu Majah, 1387; Ibnu Khuzaimah, 1216;
al-Hakim dalam Mustadrak, 1233; Baihaqi dalam Sunan Kubra, 3/51-52, dan
lainnya dari jalan Abdurrahman bin Bisyr bin Hakam, dari Abu Syu’aib
Musa bin Abdul Aziz, dari Hakam bin Abban, dari Ikrimah, dari Ibnu
Abbas. Sanad ini berderajat hasan.]
Hadits ini juga memiliki banyak jalan yang menguatkan, sehingga sangat
banyak ulama Ahli Hadits yang menguatkannya. Dalam riwayat lain
disebutkan,
عَنْ أَبِي الْجَوْزَاءِ قَالَ حَدَّثَنِي رَجُل كَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ
يَرَوْنَ أَنَّهُ عَنَّهُ عَبْدُ اللهِ بْنُ عَمْرٍو قَالَ قَالَ لِي
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ائْتِنِي غَدًا اَحءبُوكَ
وَأُثِـيْبُكَ وَأَعْطِيْكَ حَتَّى ظَنَنءتُ أَنَّهُ يُعْطِينِي عَطِيَّة
قَالَ إِذَا زَالَ النَّهَارُ فَقثمْ فَصَلّ أَرْبَـعَ رَكَعَاتٍ فَذَكَرَ
نَحَوَهُ قَالَ ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَـكَ يَعْنِي مِنْ السَّجْدَةِ
الثَّالِيَةِ فَاسْتَوِ جَالِسًا وَلاَ تَقثمْ حَتَّى تُسَبِّحَ عَشْرًا
وَتَحْمَدَ عَشْرًا وَتُكَبِّرَ عَشْرًا وَتُهَلِّلَ عَشْرًا ثُمَّ
تَصْنَعَ ذَلِكَ فِي الأَرْبَعِ الرَّكَعَاتِ قَالَ فَإِنَّكَ لَوْكُنْتَ
أَعُظَمُ أَهْلِ الْـأَرْضِ ذَنْبًا غُفِرَ لَكَ بِذَلِكَ قُلْتُ فَإِنْ
لَمْ أَسْتَطِعْ أَنْ أُصَلِّيَهَا تِلْكَ الـسَّـاعَةَ قَالَ صَلِّهَا
مِنْ اللَّيْـلِ وَالنَّهَار
“Dari Abul Jauza’, dia berkata, ‘Telah bercerita kepadaku seorang
laki-laki yang termasuk sahabat Nabi. Orang-orang berpendapat, dia
adalah Abdullah bin Amr, dia berkata, ‘Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda kepadaku, ‘Datanglah kepadaku besok pagi. Aku akan
memberimu hadiah, aku akan memberimu kebaikan, aku akan memberimu.’
Sehingga aku menyangka, bahwa beliau akan memberiku suatu pemberian.
Beliau bersabda, ‘Jika siang telah hilang, berdirilah, kemudian
shalatlah empat rakaat’ (Kemudian dia menyebutkan seperti hadits di
atas) Beliau bersabda, ‘Kemudian engkau angkat kepalamu –yaitu dari
sujud kedua-, lalu duduklah dengan sempurna, dan janganlah kamu berdiri
sampai engkau bertasbih sepuluh kali, bertahmid sepuluh kali, bertakbir
sepuluh kali, dan bertahlil sepuluh kali. Kemudian engkau lakukan itu
dalam empat rakaat. Sesungguhnya, jika engkau adalah penduduk bumi yang
paling besar dosanya, engkau diampuni dengan sabab itu.’ Aku (sahabat
itu) berkata, ‘Jika aku tidak mampu melakukannya pada saat itu?’ Beliau
menjawab, ‘Shalatlah di waktu malam dan siang.’” (HR. Abu Dawud, no.
1298).
Juga diriwayatkan Thabarani dan Ibnu Majah, no. 1386, pada akhir hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَلَوْ كَانَتْ ذُنُوْبُكَ مِثْلَ رَمْلِ عَالِجٍ غَفَرَهَا اللهُ لَكَ
“Seandainya dosa-dosamu semisal buih lautan atau pasir yang
bertumpuk-tumpuk, Allah mengampunimu.” (Dishahihlan al-Albani dalam
Shahih at-Targhib Wat Tarhib, 1/282).
Hadits penguat :
دَّثَنَا مُوسَى بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَبُو عِيسَى الْمَسْرُوقِيُّ
حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُبَيْدَةَ
حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ مَوْلَى أَبِي بَكْرِ بْنِ عَمْرِو
بْنِ حَزْمٍ عَنْ أَبِي رَافِعٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْعَبَّاسِ يَا عَمِّ أَلَا أَحْبُوكَ أَلَا
أَنْفَعُكَ أَلَا أَصِلُكَ قَالَ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَصَلِّ
أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ تَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
وَسُورَةٍ فَإِذَا انْقَضَتْ الْقِرَاءَةُ فَقُلْ سُبْحَانَ اللَّهِ
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ
خَمْسَ عَشْرَةَ مَرَّةً قَبْلَ أَنْ تَرْكَعَ ثُمَّ ارْكَعْ فَقُلْهَا
عَشْرًا ثُمَّ ارْفَعْ رَأْسَكَ فَقُلْهَا عَشْرًا ثُمَّ اسْجُدْ فَقُلْهَا
عَشْرًا ثُمَّ ارْفَعْ رَأْسَك فَقُلْهَا عَشْرًا ثُمَّ اسْجُدْ فَقُلْهَا
عَشْرًا ثُمَّ ارْفَعْ رَأْسَكَ فَقُلْهَا عَشْرًا قَبْلَ أَنْ تَقُومَ
فَتِلْكَ خَمْسٌ وَسَبْعُونَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ وَهِيَ ثَلَاثُ مِائَةٍ
فِي أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ فَلَوْ كَانَتْ ذُنُوبُكَ مِثْلَ رَمْلِ عَالِجٍ
غَفَرَهَا اللَّهُ لَكَ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
يَقُولُهَا فِي يَوْمٍ قَالَ قُلْهَا فِي جُمُعَةٍ فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ
فَقُلْهَا فِي شَهْرٍ حَتَّى قَالَ فَقُلْهَا فِي سَنَةٍ
"Telah menceritakan kepada kami Musa bin 'Abdurrahman Abu Isa Al Masruqi
berkata, telah menceritakan kepada kami Zaid Al Hubab berkata, telah
menceritakan kepada kami Musa bin Ubaidah berkata, telah menceritakan
kepadaku Sa'id bin Abu Sa'id -mantan budak Abu Bakr bin Amru bin Hazm-
dari Abu Rafi' ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ...
See Morebersabda kepada Abbas: "Wahai paman, maukah jika aku memberimu
hadiah, maukah jika aku memberikan manfaat kepadamu, maukah jika aku
menyambung silaturahmi kepadamu?" ia menjawab, "Tentu, ya Rasulullah. "
Beliau bersabda: "Shalatlah empat raka'at, di setiap raka'at engkau
membaca Fatihatul kitab (surat Al Fatihah) dan satu surat. Apabila
selesai membaca, maka ucapkanlah; "SUBHAANALLAHU WAL HAMDULILLAH WA LAA
ILAAHA ILLA ALLAHU WALLAHU AKBAR (Maha Suci Allah dan Segala Puji bagi
Allah, tidak ada Tuhan Yang berhak disembah kecuali Allah, Allah Maha
Besar) sebanyak lima belas kali sebelum rukuk. Kemudian rukuk dan
ucapkanlah bacaan itu lagi sepuluh kali. Kemudian angkatlah kepalamu dan
ucapkanlah lagi sepuluh kali, kemudian sujud dan ucapkanlah lagi
sepuluh kali, kemudian angkatlah kepalamu dan ucapkanlah lagi sepuluh
kali, kemudian sujud dan ucapkanlah lagi sepuluh kali, kemudian
angkatlah kepalamu dan ucapkanlah lagi sepuluh kali sebelum engkau
bangun. Semua itu genap berjumlah tujuh puluh lima dalam setiap raka'at,
dan berjumlah tiga ratus dalam empat raka'at. Sekiranya dosa-dosamu
seperti pasir yang menggunung, Allah akan mengampuninya. " Abbas
berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimana dengan orang yang tidak mampu
mengucapkan itu dalam sehari?" Beliau bersabda: "Lakukanlah sekali dalam
seminggu, jika tidak mampu maka lakukanlah sekali dalam sebulan, "
hingga beliau bersabda: "Maka Lakukanlah sekali dalam setahun. "
(Diriwayatkan oleh Ibnu Majjah)
Ulama yang Melemahkan Hadits Shalat Tasbih
Sebagian ulama melemahkan hadits shalat tasbih. Di bawah ini di antara ulama yang melemahkan tersebut:
1. Ketika mengomentari hadits shalat tasbih yang diriwayatkan Imam
Tirmidzi, Abu Bakar Ibnul A’rabi berkata, “Hadits Abu Rafi’ ini dha’if,
tidak memiliki asal di dalam (hadits) yang shahih dan yang hasan. Imam
Tirmidzi menyebutkannya hanyalah untuk memberitahukannya agar orang
tidak terpedaya dengannya.” (Tuhfzatul Ahwadzi Syarh Tirmidzi, al-Adzkar
karya an-Nawawi, hal. 168).
2. Abul Faraj Ibnul Jauzi rahimahullah menyebutkan hadits-hadits
shalat tasbih dan jalan-jalannya, di dalam kitab beliau al-Maudhu’at,
kemudian men-dha’if-kan semuanya dan menjelaskan kelemahannya.
3. Imam adz-Dzahabi rahimahullah menganggapnya termasuk hadits munkar
(Mizanul I’tidal, 4/213. Dinukil dari Mukhtashar Minhajul Qashidin,
hal. 32,tahqiq Syaikh Abdullah al-Laitsi al-Anshari).
Ulama yang Menguatkan
Namun, sejumlah ulama besar Ahli Hadits telah menguatkan menshahihkan hadits shalat tasbih, di antaranya:
1. Ar-Ruyani rahimahullah berkata dalam kitab al-Bahr, di akhir kitab
al-Janaiz, “Ketahuilah, bahwa shalat tasbih dianjurkan, disukai untuk
dilakukan dengan rutin setiap waktu, dan janganlah seseorang lalai
darinya.”
2. Ibnul Mubarak. Beliau ditanya, “Jika seseorang lupa dalam shalat
tasbih, apakah dia bertasbih dalam dua sujud sahwi 10, 10 (sepuluh,
sepuluh)?” Beliau menjawab, “Tidak, Shalat tasbih itu hanyalah 300 (tiga
ratus) tasbih.” Dalam riwayat ini, Ibnul Mubarak tidak mengingkari
shalat tasbih, yang menunjukkan bila beliau membenarkannya (Al-Adzkar,
hal. 169). Imam Tirmidzi rahimahullah berkata, “Ibnul Mubarak dan banyak
ulama berpendapat (disyariatkannya) shalat tasbih dan mereka
menyebutkan kautamaannya.” (Al-Adzkar, hal. 167).
3. Al-Hafizh al-Mundziri (wafat 656 H) berkata, “Hadits ini telah
diriwayatkan dari banyak sahabat Nabi, dan yang paling baik ialah hadits
Ikrimah ini. Dan telah dishahihkan oleh sekelompok ulama, di antaranya
al-Hafizh Abu Bakar al-Aajuri, Syaikh kami al-Hafizh Abul Hasan
al-Maqdisi, semoga Allah merahmati mereka. Abu Bakar bin Abu Dawud
berkata, “Aku mendengar bapakku berkata, ‘Tidak ada hadits shahih dalam
shalat tasbih, kecuali ini’.” Muslim bin al-Hajjaj berkata, “Tidaklah
diriwayatkan di dalam hadits ini sanad yang lebih baik dari ini (yakni
isnad hadits Ikrimah dari Ibnu Abbas).” (Shahih at-Targhib wat Targhib,
1/281, karya al-Mundziri, tahqiqal-Albani).
4. Imam Nawawi rahimahullah (wafat 676 H), beliau membuat satu bab,
Bab: Dzikir-dzikir Shalat Tasbih, di dalam kitabnya al-Adzkar, hal. 166.
Beliau juga menyebutkan perselisihan para ulama tentang hadits-hadits
shalat tasbih, dan beliau termasuk ulama yang menyatakan disyariatkannya
shalat tasbih.
5. Imam Ibnu Qudamah rahimahullah (wafat 689 H) berkata, “Disukai
untuk melakukan shalat tasbih.” (Mukhtashar Minhajul Qashidin, hal. 47,
tahqiq: Syaikh Ali bin Hasan).
6. Syaikh as-Sindi (wafat 1138 H) berkata, “Hadits ini (shalat
tasbih) telah dibicarakan oleh huffazh (para ulama ahli hadits). Yang
benar, bahwa hadits ini hadits tsabit (kuat). Sepantasnya orang-orang
mengamalkannya. Orang-orang telah menyebutkannya panjang lebar, dan aku
telah menyebutkan sebagian darinya dalam catatan pinggir kitab (Sunan)
Abu Dawud dan catatan pinggir kitab al-Adzkar karya an-Nawawi.” (Ta’liq
dalam Sunan Ibnu Majah, 1/442).
7. Syaikh al-Albani rahimahullah menshahihkan hadits shalat tasbih ini dalam kitab Shahih at-Targhib Wat Targhib, 1/281.
8. Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi al-Atsari berkata mengomentari
perkataan Ibnu Qudamah di atas, “Banyak ulama telah menshahihkan isnad
hadits shalat tasbih, dan lihatlah (kitab al-Atsar al-Marfu’ah Fil
Akhbar al-Maudhu’ah, hal. 123-143, karya al-Laknawi rahimahullah. Beliau
telah mengumpulkan hal itu dengan sangat banyak.” (Mukhtashar Minhajul
Qashidin, hal. 47,tahqiq: Syaikh Ali bin Hasan).
9. Syaikh Salim al-Hilali menshahihkan hadits shalat tasbih dalam kitab beliau Mukaffiratudz Dzunub.
10. Syaikh Abu Ashim Abdullah ‘Athaullah berkata, “Riwayat Abu Dawud;
Timidzi; Ibnu Majah; Abdur Razzaq di dalam al-Mushannaf; al-Baihaqi
dalam as-Sunan; dan al-Hakim di dalam al-Mustadrak; (derajat hadits)
shahih li ghairihi.” (I’lamul Baraya Bi Mukaffiratil Khathaya., hal. 40,
taqdim: Syaikh Mushthafa al-Adawi).
11. Selain para ulama di atas, yang juga termasuk menshahihkan hadits
shalat tasbih ini ialah Imam Daruquthni, Ibnu Mandah, al-Khathib
al-Baghdadi, Ibnu shalah, Ibnu Hajar al-Asqalani, as-Suyuthi, Syaikh
Ahmad Syakir, dan lainnya.
Dari Anas bin Malik bahwasannya Ummu Sulaim berpagi-pagi menemui Nabi
shallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, ajarilah saya beberapa
kalimat yang saya ucapkan didalam shalatku, maka beliau bersabda,
كَبِّرِى اللَّهَ عَشْرًا وَسَبِّحِى اللَّهَ عَشْرًا وَاحْمَدِيهِ عَشْرًا
ثُمَّ سَلِى مَا شِئْتِ يَقُولُ نَعَمْ نَعَمْ ». قَالَ وَفِى الْبَابِ
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو وَالْفَضْلِ بْنِ
عَبَّاسٍ وَأَبِى رَافِعٍ. قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَنَسٍ حَدِيثٌ
حَسَنٌ غَرِيبٌ. وَقَدْ رُوِىَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم-
غَيْرُ حَدِيثٍ فِى صَلاَةِ التَّسْبِيحِ وَلاَ يَصِحُّ مِنْهُ كَبِيرُ
شَىْءٍ. وَقَدْ رَأَى ابْنُ الْمُبَارَكِ وَغَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ أَهْلِ
الْعِلْمِ صَلاَةَ التَّسْبِيحِ وَذَكَرُوا الْفَضْلَ فِيهِ. حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ حَدَّثَنَا أَبُو وَهْبٍ قَالَ سَأَلْتُ عَبْدَ
اللَّهِ بْنَ الْمُبَارَكِ عَنِ الصَّلاَةِ الَّتِى يُسَبَّحُ فِيهَا
فَقَالَ يُكَبِّرُ ثُمَّ يَقُولُ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ
وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ ثُمَّ
يَقُولُ خَمْسَ عَشْرَةَ مَرَّةً سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ
وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ ثُمَّ يَتَعَوَّذُ
وَيَقْرَأُ (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ) وَفَاتِحَةَ
الْكِتَابِ وَسُورَةً ثُمَّ يَقُولُ عَشْرَ مَرَّاتٍ سُبْحَانَ اللَّهِ
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ ثُمَّ
يَرْكَعُ فَيَقُولُهَا عَشْرًا. ثُمَّ يَرْفَعُ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ
فَيَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ يَسْجُدُ فَيَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ يَرْفَعُ
رَأْسَهُ فَيَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ يَسْجُدُ الثَّانِيَةَ فَيَقُولُهَا
عَشْرًا يُصَلِّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ عَلَى هَذَا فَذَلِكَ خَمْسٌ
وَسَبْعُونَ تَسْبِيحَةً فِى كُلِّ رَكْعَةٍ يَبْدَأُ فِى كُلِّ رَكْعَةٍ
بِخَمْسَ عَشْرَةَ تَسْبِيحَةً ثُمَّ يَقْرَأُ ثُمَّ يُسَبِّحُ عَشْرًا
فَإِنْ صَلَّى لَيْلاً فَأَحَبُّ إِلَىَّ أَنْ يُسَلِّمَ فِى
الرَّكْعَتَيْنِ وَإِنْ صَلَّى نَهَارًا فَإِنْ شَاءَ سَلَّمَ وَإِنْ شَاءَ
لَمْ يُسَلِّمْ. قَالَ أَبُو وَهْبٍ وَأَخْبَرَنِى عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ
أَبِى رِزْمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ قَالَ يَبْدَأُ فِى
الرُّكُوعِ بِسُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَظِيمِ وَفِى السُّجُودِ بِسُبْحَانَ
رَبِّىَ الأَعْلَى ثَلاَثًا ثُمَّ يُسَبِّحُ التَّسْبِيحَاتِ. قَالَ
أَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ وَحَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ زَمْعَةَ قَالَ
أَخْبَرَنِى عَبْدُ الْعَزِيزِ وَهُوَ ابْنُ أَبِى رِزْمَةَ قَالَ قُلْتُ
لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُبَارَكِ إِنْ سَهَا فِيهَا يُسَبِّحُ فِى
سَجْدَتَىِ السَّهْوِ عَشْرًا عَشْرًا قَالَ لاَ إِنَّمَا هِىَ
ثَلاَثُمِائَةِ تَسْبِيحَةٍ.
“Bertakbirlah kepada Allah sebanyak sepuluh kali, bertasbihlah kepada
Allah sepuluh kali dan bertahmidlah (mengucapkan alhamdulillah) sepuluh
kali, kemudian memohonlah (kepada Allah) apa yang kamu kehendaki,
niscaya Dia akan menjawab: ya, ya, (Aku kabulkan permintaanmu).”
(perawi) berkata, dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Ibnu
Abbas, Abdullah bin Amru, Al Fadll bin Abbas dan Abu Rafi’. Abu Isa
berkata, hadits anas adalah hadits hasan gharib, telah diriwayatkan dari
Nabi Shallahu ‘alaihi wa sallam selain hadits ini mengenai shalat
tasbih, yang kebanyakan (riwayatnya) tidak shahih. Ibnu Mubarrak dan
beberapa ulama lainnya berpendapat akan adanya shalat tasbih, mereka
juga menyebutkan keutamaan shalat tasbih. Telah mengabarkan kepada kami
Ahmad bin ‘Abdah Telah mengabarkan kepada kami Abu Wahb dia berkata,
saya bertanya kepada Abdullah bin Al Mubarak tentang shalat tasbih yang
didalamnya terdapat bacaan tasbihnya, dia menjawab, ia bertakbir
kemudian membaca SUBHAANAKA ALLAHUMMA WA BIHAMDIKA WA TABAARAKASMUKA WA
TA’ALA JADDUKA WALAA ILAAHA GHAIRUKA kemudian dia membaca SUBHAANALLAH
WALHAMDULILLAH WA LAAILAAHA ILLALLAH WALLAHU AKBAR sebanyak lima belas
kali, kemudian ia berta’awudz dan membaca bismillah dilanjutkan dengan
membaca surat Al fatihah dan surat yang lain, kemudian ia membaca
SUBHAANALLAH WALHAMDULILLAH WA LAAILAAHA ILLALLAH WALLAHU AKBAR sebanyak
sepuluh kali, kemudian ruku’ dan membaca kalimat itu sepuluh kali, lalu
mengangkat kepala dari ruku’ dengan membaca kalimat tersebut sepuluh
kali, kemudian sujud dengan membaca kalimat tersebut sepuluh kali, lalu
mengangkat kepalanya dengan membaca kalimat tersebut sepuluh kali,
kemudian sujud yang kedua kali dengan membaca kalimat tersebut sepuluh
kali, ia melakukan seperti itu sebanyak empat raka’at, yang setiap satu
raka’atnya membaca tasbih sebanyak tujuh puluh lima kali, disetiap
raka’atnnya membaca lima belas kali tasbih, kemudian membaca Al Fatehah
dan surat sesudahnya serta membaca tasbih sepuluh kali-sepuluh kali,
jika ia shalat malam, maka yang lebih disenagi adalah salam pada setiap
dua raka’atnya. Jika ia shalat disiang hari, maka ia boleh salam (di
raka’at kedua) atau tidak. Abu Wahb berkata, telah mengabarkan kepadaku
‘Abdul ‘Aziz bin Abu Rizmah dari Abdullah bahwa dia berkata, sewaktu
ruku’ hendaknya dimulai dengan bacaan SUBHAANA RABBIYAL ‘ADZIIMI, begitu
juga waktu sujud hendaknya dimulai dengan bacaan SUBHAANA RABBIYAL A’LA
sebanyak tiga kali, kemudian membaca tasbih beberapa kali bacaan. Ahmad
bin ‘Abdah berkata, Telah mengabarkan kepada kami Wahb bin Zam’ah dia
berkata, telah mengabarkan kepadaku ‘Abdul ‘Aziz dia adalah Ibnu Abu
Zirmah, dia berkata, saya bertanya kepada Abdullah bin Mubarak, jika
seseorang lupa (waktu mengerjakan shalat tasbih) apakah ia harus membaca
tasbih pada dua sujud sahwi sebanyak sepuluh kali-sepuluh kali? Dia
menjawab, tidak, hanya saja (semua bacaan tasbih pada shalat tasbih) ada
tiga ratus kali.(HR. Tirmidzi no. 481)
Intinya, shalat tasbih dilakukan dengan 4 raka’at. Ulama Syafi’iyah
berpendapat bahwa shalat tasbih jumlahnya empat raka’at dan tidak boleh
lebih dari itu. Jika di siang hari, maka dilakukan dengan sekali salam.
Jika di malam hari, maka dilakukan dengan dua kali salam (setiap dua
raka’at salam). Shalat ini afdholnya dilakukan sehari sekali. Jika tidak
bisa, maka dilakukan setiap Jum’atnya (sepekan sekali). Jika tidak bisa
lagi, maka sebulan sekali. Jika tidak bisa pula, maka setahun sekali.
Jika tidak bisa lagi, maka seumur hidup sekali. Demikian pendapat ulama
yang menganjurkan atau membolehkan shalat tasbih.
Perselisihan Ulama Mengenai Shalat Tasbih
Para ulama berselisih pendapat mengenai disunnahkannya shalat tasbih.
Sebab perselisihan mereka berasal dari shahih atau tidaknya hadits yang
membicarakan shalat tersebut.
Pendapat pertama: Shalat tasbih disunnahkan.
Pendapat ini adalah pendapat sebagian ulama Syafi’iyah. An Nawawi dalam
sebagian kitabnya menyatakan bahwa shalat tasbih adalah sunnah hasanah.
Lalu beliau berdalil dengan hadits yang membicarakan tentang shalat
tasbih.
Pendapat kedua: Shalat tasbih tidak mengapa dilakukan, artinya dibolehkan.
Ulama yang berpendapat seperti ini mengatakan, “Seandainya hadits
tentang shalat tasbih tidaklah shahih, maka ini adalah bagian dari
hadits yang membicarakan tentang fadhilah amal (keutamaan amalan), maka
tidak mengapa jika menggunakan hadits dho’if.”
Pendapat ketiga: Shalat tasbih tidak disyariatkan.
An Nawawi dalam Al Majmu’ mengatakan, “Tentang disunnahkannya shalat
tasbih, maka itu adalah pendapat yang kurang tepat karena haditsnya
adalah hadits yang dho’if. Shalat tasbih pun adalah shalat yang berbeda
dengan shalat biasanya karena tata caranya yang berbeda. Oleh karena
itu, tepatnya shalat tersebut tidak berdasar dari hadits dan tidak satu
pun hadits shahih yang membicarakannya.”
Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Qudamah dalam Al Mughni, Imam Ahmad pernah
berkata, “Tidak ada yang mengagumkanku (pada shalat tasbih).” Ada yang
bertanya, “Mengapa engkau tidak menyukai shalat tasbih?” Beliau
mengatakan, “Tidak ada satu pun hadits shahih yang benar membicarakan
tentang shalat itu.” Lalu beliau berisyarat dengan tangannya, tanda
mengingkari shalat tersebut.
Takhtimah
Adapun informasi bahwa sebagian ahli hadis meragukan keshahihan hadis
ini dengan statemen “in Shohha Al-khobar” (jika riwayat ini shahih),
maka hal ini tidak menunjukkan bahwa hadis tentang shalat Tasbih ini
Dhoif, tetapi hanya menunjukkan diperlukannya lagi penelitian lebih
mendalam untuk menentukan statusnya. Ibnu Hajar, telah selesai
melakukannya dan hasil penelitian beliau, hadis tentang shalat Tasbih
telah mencapai derajat Hasan.
Sejumlah ulama pakar hadis tercatat memandang hadis Shalat Tasbih
termasuk riwayat yang bisa diterima sebagai Hujjah. Diantara mereka
adalah; Abu Bakr Al-Ajurri, Abdurrahim Al-Mishri, Al-Bulqini, Al-‘Ala-i,
Az-Zarkasyi, Ibnu Mandah. Al-Khathib, As-Sam’ani, Abu Musa Al-Madini,
Abu Al-Hasan bin Al-Mufaddhol, Al-Mundziri, Ibnu As-Sholah, As-Subki,
Ad-Dailami, Ibnu As-Sakan dan Ibnu Al-Mulaqqin. Al-Albani menyatakan
dengan tegas bahwa hadis riwayat Abu dawud ini adalah hadis Shahih. Abu
Dawud, Muslim bin Al-Hajjaj, dan an-Nawawi mungkin juga ditafsiri
termasuk menerima meskipun statemen mereka masih memungkinkan ditafsiri
lain.
Sejumlah ulama juga diketahui secara khusus mengarang kitab tersendiri
yang membahas Shalat Tasbih diantara mereka adalah; Ibnu Nashiruddin
Ad-Dimasyqi dalam kitabnya “At-Tarjih li Haditsi Sholati At-Tasabih”
(الترجيح لحديث صلاة التسابيح), Abu Musa Al-Ashbahani dalam kitabnya
“Tash-hihu Sholati At-Tasbih Min Al-Hujaj Al-Wadhihah Wa Al-Kalam
Al-Fashih ” (تصحيح صلاة التسبيح من الحجج الواضحة والكلام الفصيح),
As-Suyuthi dalam kitabnya “Tash-hihu Haditsi Sholati At-Tasbih ” (تصحيح
حديث صلاة التسبيح), Ibnu Thulun dalam kitabnya “At-Tausyih Li Bayani
Sholati At-Tasbih (التوشيح لبيان صلاة التسبيح), Al-Ghumari dalam
kitabnya “At-Tarjih Li Qouli Man Shoh-haha Sholata At-Tasbih ” (الترجيح
لقول من صحح صلاة التسبيح), As-Saqqof dalam kitabnya “Al-Qoulu Al-Jami’
An-Najih Fi Ahkami Sholati At-Tasbih ” (القول الجامع النجيح في أحكام
صلاة التسبيح), syaikh Jasim dalam kitabnya ” At-Tanqih Lima Ja-a Fi
Sholati At-Tasbih” (التنقيح لما جاء في صلاة التسبيح), Muhammad Ahmad
Syah-hatah dalam kitabnya “Daqo-iq At-Taudhih Bibayani Ahwali Ruwati
Sholati At-Tasbih” (دقائق التوضيح ببيان أحوال رواة صلاة التسابيح) yang
diringkas menjadi “At-Tashrih Bidho’fi Ahaditsi Sholati At-Tasbih”
(التصريح بضعف أحاديث صلاة التسابيح), dan Nashiruddin Al-Albani dalam
kitabnya “At-Tausyih Li Bayani Sholati At-Tasbih” (التوشيح لبيان صلاة
التسبيح). Termasuk pula Ad-Daruquthni, Al-Khothib Al-Baghdadi,
As-Sam’ani, As-Subki, dan Al-Barzanji.
Atas dasar ini Shalat Tasbih dengan segenap tata cara yang diterangkan
dalam Nash hukumnya Sunnah karena didasarkan pada Nash yang bisa
diterima sebagai Hujjah. Ibnu Al-Mulaqqin menukil riwayat dalam kitabnya
Al-Badru Al-Munir bahwa Ibnu Abbas dan Abdullah bin Al-Mubarok termasuk
yang membiasakan mengamalkan shalat ini.
Dalam dunia ilmu hadits, perbedaan pendapat dalam menilai kedudukan
suatu riwayat memang sangat besar kemungkinannya. Ada yang telah divonis
shahih atau dhaif oleh seorang ulama, belum tentu disepakati oleh ulama
lainnya.
Sebaiknya kita lebih banyak mengkaji dan membaca literatur, khususnya
dalam masalah hadits ini, karena dunia ilmu hadits sangat luas dan
beragam. Tidak lupa pula kita harus lebih banyak bertanya kepada para
ulama yang ahli agar kita tidak terlalu mudah mengeluarkan staemen yang
nantinya akan kita sesali sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar