Menurut madzhab asy-Syafi’i, madzhab yang paling banyak dianut dan lebih
dahulu berkembang di Indonesia, bacaan basmalah wajib dibaca beserta
al-Fatihah. Dibaca secara keras dalam shalat jahr dan dibaca sirr dalam
shalat sirr. Namun belakangan, karena pengaruh madzhab Hanbali khususnya
yang masuk belakangan ini, maka sebagian imam masjid mulai ada beberapa
imam yang mensirrkan bacaan basmalah ketika mengimami shalat.
Bagi sebagian orang awwam yang belum tahu banyak persoalan khilafiyyah dalam masalah fiqh, dikiranya basmalah dalam al-Fatihah tidak lagi dibaca. Padahal ia ada ditulis dalam surat al-Fatihah sebagaimana umumnya mushaf yang beredar di Indonesia. Parahnya lagi terkadang ada sebagian tokoh agama setempat yang dengan emosional memvonis bahwa shalat orang yang tidak membaca basmalah hukumnya tidak sah, maka tak ayal lagi orang awam dibuat bingung karenanya. Belum kalau ada tambahan informasi yang tidak bertanggung jawab yang mengaitkan amalan tertentu dengan gerakan fundamentalis atau ekstrimis.
Guna sedikit membantu menjernihkan persoalan, berikut kami sajikan pendapat berbagai ulama dari berbagai madzhab seputar bacaan basmalah tersebut beserta dalil-dalil yang dijadikan sandaran pendirian mereka. Tak lupa pula kami sertakan apa yang menjadi pegangan amalan ormas Islam di Indonesia dengan satu harapan dapat mengurangi kebingungan dan menghilangkan kesamaran karenanya.
Telah tetap dalam beberapa hadits bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat mengimami para shahabat membaca surat Al-Fatihah dan memulainya dengan bacaan alhamdulillaahi-rabbil-‘aalamiin....dst.
Bagi sebagian orang awwam yang belum tahu banyak persoalan khilafiyyah dalam masalah fiqh, dikiranya basmalah dalam al-Fatihah tidak lagi dibaca. Padahal ia ada ditulis dalam surat al-Fatihah sebagaimana umumnya mushaf yang beredar di Indonesia. Parahnya lagi terkadang ada sebagian tokoh agama setempat yang dengan emosional memvonis bahwa shalat orang yang tidak membaca basmalah hukumnya tidak sah, maka tak ayal lagi orang awam dibuat bingung karenanya. Belum kalau ada tambahan informasi yang tidak bertanggung jawab yang mengaitkan amalan tertentu dengan gerakan fundamentalis atau ekstrimis.
Guna sedikit membantu menjernihkan persoalan, berikut kami sajikan pendapat berbagai ulama dari berbagai madzhab seputar bacaan basmalah tersebut beserta dalil-dalil yang dijadikan sandaran pendirian mereka. Tak lupa pula kami sertakan apa yang menjadi pegangan amalan ormas Islam di Indonesia dengan satu harapan dapat mengurangi kebingungan dan menghilangkan kesamaran karenanya.
Telah tetap dalam beberapa hadits bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat mengimami para shahabat membaca surat Al-Fatihah dan memulainya dengan bacaan alhamdulillaahi-rabbil-‘aalamiin....dst.
حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ، قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ
قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَأَبَا بَكْرٍ، وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا كَانُوا يَفْتَتِحُونَ
الصَّلَاةَ بِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin ‘Umar, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Qataadah, dari Anas : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, dan ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa dulu membuka shalat dengan membaca :alhamdulillaahi rabbil-‘aalamiin [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 743].
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، وَابْنُ بَشَّارٍ كِلَاهُمَا، عَنْ
غُنْدَرٍ، قَالَ ابْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ،
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، قَال: سَمِعْتُ قَتَادَةَ يُحَدِّثُ، عَنْ أَنَسٍ،
قَالَ: " صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَأَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ
يَقْرَأُ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Mutsannaa dan Ibnu Basysyaar, keduanya dari Ghundar – Ibnul-Mutsannaa berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah : Aku mendengar Qataadah menceritakan dari Anas, ia berkata : “Aku pernah shalat di belakang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsmaan, dan aku tidak pernah mendengar salah seorang pun di antara mereka membaca bismillaahir-rahmaanir-rahiim” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 399].
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ، حَدَّثَنَا أَبُو
خَالِدٍ يَعْنِي الأَحْمَرَ، عَنْ حُسَيْنٍ الْمُعَلِّمِ، قَالَ: ح
وحَدَّثَنَا إِسْحَاق بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَاللَّفْظُ لَهُ، قَالَ:
أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ، حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ الْمُعَلِّمُ، عَنْ
بُدَيْلِ بْنِ مَيْسَرَةَ، عَنْ أَبِي الْجَوْزَاءِ، عَنْ عَائِشَةَ،
قَالَتْ: " كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَسْتَفْتِحُ الصَّلَاةَ بِالتَّكْبِيرِ، وَالْقِرَاءَةَ بِ الْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdillah bin Numair : Telah menceritakan kepada kami Abu Khaalid Al-Ahmar, dari Husain Al-Mu’allim, ia berkata : Dan telah menceritakan kepada kami Ishaaq bin Ibraahiim – dan lafadh hadits ini adalah miliknya - , ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Iisaa bin Yuunus : Telah menceritakan kepada kami Husain Al-Mu’allim, dari Budail bin Maisarah, dari Abul-Jauzaa’, dari ‘Aaisyah, ia berkata : “Dulu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam membuka shalat dengan takbir dan bacaan : alhamdulillaahi rabbil-‘aalamiin” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 498].
Ibnu ‘Adiy (2/107-108 no. 225) mengkritik bahwasannya Abul-Jauzaa’ – namanya adalah Aus bin ‘Abdillah Ar-Rib’iy,tsiqah – tidak mendengar riwayat dari ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa. Inilah yang dikuatkan oleh Ibnu ‘Abdil-Barr sebagaimana disebutkan Ibnu Hajar dalamTahdziibut-Tahdziib (1/384). Ibnu Hajar menyebutkan bahwa Abul-Jauzaa’ mengutus utusan kepada ‘Aaisyah untuk menanyakan hadits di atas. Namun klaim keterputusan riwayat ini perlu didiskusikan lebih lanjut.
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، قَالَ: حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ إِيَاسٍ
الْجُرَيْرِيُّ، عَنْ قَيْسِ بْنِ عَبَايَةَ، عَنِ ابْنِ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ مُغَفَّلٍ يَزِيدَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: سَمِعَنِي أَبِي،
وَأَنَا أَقُولُ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، فَقَالَ: أَيْ
بُنَيَّ، إِيَّاكَ قَالَ: " وَلَمْ أَرَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَبْغَضَ إِلَيْهِ حَدَثًا
فِي الْإِسْلَامِ مِنْهُ فَإِنِّي قَدْ صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَعَ أَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَمَعَ
عُثْمَانَ، فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ يَقُولُهَا، فَلَا تَقُلْهَا،
إِذَا أَنْتَ قَرَأْتَ، فَقُلْ: الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ "
Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin Iyaas Al-Jurairiy, dari Qais bin ‘Abaayah, dari Ibnu ‘Abdillah bin Mughaffal bin Yaziid bin ‘Abdillah, ia berkata : Ayahku mendengarku yang ketika itu aku berkata (dalam shalat) : ‘bismillahir-rahmaanir-rahiim’. Ia (ayahku) berkata : “Wahai anakku, jangan engkau lakukan itu. Aku tidak pernah melihat seorang pun dari shahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam lebih marah terhadap hal yang diada-adakan dalam Islam daripadanya. Sesungguhnya aku pernah shalat bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsmaan, namun aku tidak pernah mendengar seorang pun dari mereka membacanya (basmalah). Maka, jangan engkau lakukan. Apabila engkau membaca (Al-Fatiihah), katakanlah : alhamdulillahi rabbil-‘aalamiin” [Diriwayatkan oleh Ahmad 4/85].
Sanad hadits ini lemah karena Ibnu ‘Abdillah bin Al-Mughaffal adalah majhuul.
Saya kira, riwayat-riwayat yang seperti ini sudah masyhuur di sebagian besar rekan-rekan.
Melengkapi keterangan di atas, Ibnu Rajab lewat Fath al-Bari 5/200 menjelaskan siapa saja yang berpendapat seperti ini :
وإلى ذَلِكَ ذهب أكثر أهل العلم من أصْحَاب النَّبِيّ – صلى الله عليه وسلم
- ، منهم : أبو بَكْر وعمر وعثمان وعلي وغيرهم ، ومن بعدهم من التابعين ،
وبه يَقُول سُفْيَان الثوري وابن المبارك وأحمد وإسحاق ، لا يرون أن يجهر
بـ (( بسم الله الرحمن الرحيم )) . قالوا : ويقولها فِي نفسه . انتهى .
وحكى ابن المنذر هَذَا القول عَن سُفْيَان وأهل الرأي وأحمد وأبي عُبَيْدِ ،
قَالَ : ورويناه عَن عُمَر وعلي وابن مَسْعُود وعمار بْن ياسر وابن
الزُّبَيْر والحكم وحماد .قَالَ : وَقَالَ الأوزاعي : الإمام يخفيها .
“ Pendapat mensirrkan basmalah adalah pendapat kebanyakan ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi SAW seperti Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali serta yang lain-lain sesudah mereka dari kalangan tabi’in. Yang berpendapat demikian juga adalah Sufyan ats-Tsauri, Ibnu al-Mubarak, Ahmad dan Ishaq. Mereka mengajarkan agar basmalah dibaca secara pelan ( didengar sendiri). Ibnu al-Mundzir menghikayatkan pendapat ini berasal dari Sufyan ats-Tsauri, ahl ar-Ra’y, Ahmad, Abu Ubaid. Ia juga berkata, “ Kami juga meriwayatkan pendapat ini berasal dari Umar, Ali, Ibnu Mas’ud, Ammar bin Yasir, Ibnu az-Zubair, al-Hakam, Hammad. Ia berkata, ‘ Berkata al-Auza’i : Imam membaca basmalah dengan pelan”.
Ibnu Katsir menerangkan dalam tafsirnya : 1/118 :
وذهب آخرون إلى أنه لا يجهر بالبسملة في الصلاة، وهذا هو الثابت عن الخلفاء
الأربعة وعبد الله بن مغفل، وطوائف من سلف التابعين والخلف، وهو مذهب أبي
حنيفة، والثوري، وأحمد بن حنبل.
“ Ulama lain berpendirian bahwasanya basmalah tidak dikeraskan dalam shalat, riwayat ini adalah yang tetap (meyakinkan) dari khalifah empat dan Abdullah bin Mughaffal dan sekelompok ulama salaf, tabi’in dan khalaf. Ini menjadi pilihan madzhab Abu Hanifah, ats-Tsauri dan Ahmad bin Hanbal.”
Namun ada riwayat lain yang menyatakan di-masyru’-kannya mengeraskan bacaan basmalah :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ النَّيْسَابُورِيُّ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الْحَكَمِ، حَدَّثَنَا أبِي، وَشُعَيْبُ بْنُ
اللَّيْثِ، قَالا: أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ خَالِدِ بْنِ
يَزِيدَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلالٍ، عَنْ نُعَيْمٍ الْمُجْمِرِ،
أنَّهُ قَالَ: " صَلَّيْتُ وَرَاءَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَرَأَ: بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، ثُمَّ قَرَأَ بِأُمِّ الْقُرْآنِ حَتَّى
بَلَغَ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ، قَالَ: آمِينَ،
وَقَالَ النَّاسُ: آمِينَ، وَيَقُولُ كُلَّمَا سَجَدَ: اللَّهُ أَكْبَرُ
وَإِذَا قَامَ مِنَ الْجُلُوسِ مِنَ اثْنَتَيْنِ، قَالَ: اللَّهُ أَكْبَرُ،
ثُمَّ يَقُولُ إِذَا سَلَّمَ: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي
لأَشْبَهُكُمْ صَلاةً بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
".هَذَا صَحِيحٌ وَرُوَاتُهُ كُلُّهُمْ ثِقَاتٌ.
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr An-Naisaabuuriy : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdillah bin ‘Abdil-Hakam : Telah menceritakan kepada kami ayahku dan Syu’aib bin Al-Laits, mereka berdua berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Laits bin Sa’d, dari Khaalid bin Yaziid, dari Sa’iid bin Abi Hilaal, dari Nu’aim Al-Mujmir, bahwasannya ia berkata : “Aku pernah shalat di belakang Abu Hurairah. Lalu ia membaca : bismillaahir-rahmaanir-rahiim. Kemudian membaca Ummul-Qur’aan (yaitu Al-Faatihah), hingga ketika sampai pada ayat : ghairil-maghdluubi ‘alaihim, waladl-dlaaalliin, ia membaca : aamiin. Orang-orang pun membaca : aamiin. Apabila ia sujud membaca : allaahu akbar, dan apabila berdiri dari duduk pada raka’at kedua, ia membaca : allaahu akbar. Lalu ia berkata ketika usai salam : ‘Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sesungguhnya aku yang paling mirip di antara kalian dalam shalat dengan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Diriwayatkan oleh Ad-Daaruquthniy no. 1168; dan ia berkata : “Hadits ini shahih, para perawinya semua tsiqaat”].
Sisi pendalilannya : Nu’aim bin Mujmir rahimahullah yang berposisi sebagai makmum mendengar bacaan basmalahAbu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, sehingga dapat dipahami ia (Abu Hurairah) memang mengeraskan bacaan tersebut. Dan perkataan Abu Hurairah bahwa ia adalah orang yang paling mirip shalatnya dengan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan apa yang dilakukannya itu berdasarkan contoh yang ia dengar atau lihat dari beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Ada beberapa ulama (misal : Az-Zaila’iy rahimahullah) yang men-ta’lil riwayat ini dengan alasan tafarrud-nya Nu’aim bin Al-Mujmir yang menyebutkan shalatnya Abu Hurairah dengan ziyadah membaca basmalah. Namun ta’lil ini tidaklah diterima karena Nu’aim adalah tsiqah dan ia mempersaksikan shalat yang pernah ia alami bersama Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu. Oleh karena itu, ziyaadah ini adalah shahih dan diterima.
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ صَاعِدٍ، ومُحَمَّدُ بْنُ
مَخْلَدٍ، قَالا: نا جَعْفَرُ بْنُ مُكْرَمٍ، ثنا أَبُو بَكْرٍ
الْحَنَفِيُّ، ثنا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ جَعْفَرٍ، أَخْبَرَنِي نُوحُ
بْنُ أَبِي بِلالٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ، عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: " إِذَا قَرَأْتُمِ: الْحَمْدُ فَاقْرَءُوا: بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إِنَّهَا أُمُّ الْقُرْآنِ، وَأُمُّ الْكِتَابِ،
وَالسَّبْعُ الْمَثَانِي، وَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ أحَدُ
ايَاتِهَا ".
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Muhammad bin Shaa’id dan Muhammad bin Makhlad, mereka berdua berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Ja’far bin Mukram : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr Al-Hanafiy : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Hamiid bin Ja’far : Telah mengkhabarkan kepadaku Nuuh bin Abi Hilaal, dari Sa’iid bin Abi Sa’iid Al-Maqburiy, dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila kalian membaca ‘alhamdulillah, maka bacalah ‘bismillaahir-rahmaanir-rahiim. Sesungguhnya ia adalah Ummul-Qur’aan, Ummul-Kitaab, dan As-Sab’ul-Matsaaniy (Al-Faatihah). Dan ‘bismillaahir-rahmaanir-rahiim’ merupakan salah satu ayatnya” [Diriwayatkan oleh Ad-Daaruquthniy no. 1990].
Sanad hadits ini hasan. Tapi riwayat ini diperselisihkan kemarfu’annya, karena setelah membawakan riwayat ini, Ad-Daaruquthniy membawakan perkataan Abu Bakr Al-Hanafiy :
ثُمَّ لَقِيتُ نُوحًا فَحَدَّثَنِي، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، بِمِثْلِهِ وَلَمْ يَرْفَعْهُ
“Kemudian aku menemui Nuuh (bin Abi Hilaal), lalu ia menceritakan kepadaku dari Sa’iid bin Abi Sa’iid Al-Maqburiy, dari Abu Hurairah semisal hadits tersebut tanpa memarfu’kannya” [idem].
Al-Albaaniy menshahihkan baik yang marfuu’ maupun mauquuf dalam Ash-Shahiihah 3/179-180. Ad-Daaruquthniy memasukkan hadits ini dalam Bab : Mengeraskan Bacaan Bismillahir-rahmaanir-rahiim. Riwayat ini menjadi petunjuk sebab Abu Hurairah mengeraskan bacaan basmalah di riwayat sebelumnya –wallaahu a’lam.
Juga riwayat dari beberapa shahabat yang lain :
حَدَّثنا عَلِيُّ، قَالَ: ثنا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ: ثنا
شُعْبَةُ، عَنِ الأَزْرَقِ بْنِ قَيْسٍ، قَالَ: " صَلَّيْتُ خَلْفَ ابْنِ
الزُّبَيْرِ، فَاسْتَفْتَحَ الْقِرَاءَةَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ، فَلَمَّا قَرَأَ: غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا
الضَّالِّينَ قَالَ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy (bin ‘Abdil-‘Aziiz Al-Baghawiy), ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibraahiim, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Al-Azraq bin Qais, ia berkata : “Aku pernah shalat di belakang Ibnuz-Zubair, lalu ia membuka bacaan dengan ‘bismillaahir-rahmaanir-rahiim’. Dan ketika ia selesai membaca : ‘ghairil-maghdluubi ‘alaihim wa laadl-dlaaalliin’, ia berkata : ‘bismillaahir-rahmaanir-rahiim’” [Diriwayatkan oleh Ibnul-Mundzir dalam Al-Ausath no. 1357; sanadnya shahih].
حَدَّثنا مُوسَى بْنُ هَارُونَ، قَالَ: ثنا أَبُو بَكْرٍ، قَالَ: ثنا
خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ، عَنْ عُمَرَ بْنِ ذَرٍّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ
سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ عُمَرَ
كَانَ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ "
Telah menceritakan kepada kami Muusaa bin Haaruun, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Khaalid bin Makhlad, dari ‘Umar bin Dzarr, dari ayahnya, dari Sa’iid bin ‘Abdirrahmaan bin Abzaa, dari ayahnya : Bahwasannya ‘Umar mengeraskan bacaan bismillaahir-rahmaanir-rahiim” [Diriwayatkan oleh Ibnul-Mundzir dalam Al-Ausath no. 1358; sanadnya shahih].
وَكَمَا حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ،
قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ النَّهْشَلِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ
الْفَقِيرُ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، " أَنَّهُ كَانَ
يَفْتَتِحُ الْقِرَاءَةَ بِ " بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ "
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakrah (Bakkaar bin Qutaibah), ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Daawud (Ath-Thayaalisiy), ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr An-Nahsyaliy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Yaziid Al-Faqiir, dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa : Bahwasannya ia biasa membuka bacaan surat dengan bismillaahir-rahmaanir-rahiim” [Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Syarh Ma’aanil-Aatsaar no. 727; sanadnya hasan. Yaziid mempunyai mutaba’ah dari Naafi’ sebagaimana diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Wahb dalam Al-Muwaththa’no. 352].
Juga tabi’iin :
حَدَّثنا ابن قتيبة، ثنا ابن أبي السري، ثنا معتمر بن سليمان، ثنا النعمان
بن أبي شيبة، عن ابن طاوس أنه كان يجهر ببسم الله الرحمن الرحيم قبل
الفاتحة وقبل السورة
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Qutaibah : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Qutaibah : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abis-Sariy : Telah menceritakan kepada kami Mu’tamir bin Sulaimaan : Telah menceritakan kepada kami An-Nu’maan bin Abi Syaibah, dari Ibnu Thaawuus, bahwasannya ia mengeraskan bacaan bismillaahir-rahmaanir-rahiim sebelum Al-Faatihah dan sebelum surat [Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan dalam Ats-Tsiqaat, 5/545; sanadnya hasan].
Juga atbaa’ut-taabi’iin :
وَحَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو
مُحَمَّدٍ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ حَمْدَانَ الْجَلابُ بِهَمْدَانَ،
قَالَ: حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ خُرَّزَادَ الأَنْطَاكِيُّ، قَالَ:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي السَّرِيِّ الْعَسْقَلانِيُّ، قَالَ: "
صَلَّيْتُ خَلْفَ الْمُعْتَمِرِ بْنِ سُلَيْمَانَ مَا لا أُحْصِي صَلاةَ
الصُّبْحِ وَالْمَغْرِبِ، فَكَانَ يَجْهَرُ بِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ، قَبْلَ فَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَبَعْدَهَا "
Dan telah menceritakan kepada kami Abu ‘Abdillah Al-Haafidh, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad bin ‘Abdirrahmaan bin Hamdaan Al-Jalaab di negeri Hamdaan, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Utsmaan bin Khurraazaadz Al-Anthaakiy, ia berkata : Teleh menceritakan kepada kami Muhammad bin Abis-Sariy Al-‘Asqalaaniy, ia berkata : Aku pernah shalat di belakang Al-Mu’tamir bin Sulaimaan shalat Maghrib dan shalat Shubuh tidak terhitung banyaknya. Dan ia mengeraskan bismillaahir-rahmaanir-rahiim sebelum Al-Fatihah dan setelahnya” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Ma’rifah no. 788; sanadnya hasan].
At-Tirmidziy menjelaskan perselisihan pendapat di kalangan ulama dalam masalah ini. Setelah membawakan hadits ‘Abdullah bin Al-Mughaffal (no. 244), ia berkata :
وَالْعَمَلُ عَلَيْهِ عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهُمْ أَبُو بَكْرٍ،
وَعُمَرُ، وَعُثْمَانُ، وَعَلِيٌّ وَغَيْرُهُمْ وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنَ
التَّابِعِينَ، وَبِهِ يَقُولُ: سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ، وَابْنُ
الْمُبَارَكِ، وَأَحْمَدُ، وَإِسْحَاق، لَا يَرَوْنَ أَنْ يَجْهَرَ بِ:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، قَالُوا: وَيَقُولُهَا فِي
نَفْسِهِ
“Dan hadits ini diamalkan oleh mayoritas ulama dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsmaan, ‘Aliy, dan yang lainnya, dan juga ulama setelah mereka dari kalangan taabi’iin. Hadits itulah yang dipegang oleh Sufyaan Ats-Tsauriy, Ibnul-Mubaarak, Ahmad, dan Ishaaq dimana mereka tidak berpendapat mengeraskan bismillaahir-rahmaanir-rahiim. Mereka berkata : ‘Hendaknya mereka mengucapkannya untuk dirinya sendiri (secara pelan)” [As-Sunan, 1/285].
Begitu juga setelah membawakan hadits Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa (no. 245), ia berkata :
وَقَدْ قَالَ: بِهَذَا عِدَّةٌ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهُمْ أَبُو هُرَيْرَةَ
وَابْنُ عُمَرَ، وَابْنُ عَبَّاسٍ، وَابْنُ الزُّبَيْرِ، وَمَنْ بَعْدَهُمْ
مِنَ التَّابِعِينَ رَأَوْا الْجَهْرَ بْ:بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ، وَبِهِ يَقُولُ الشَّافِعِيُّ
“Dan sejumlah ulama dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah berkata dengan hadits ini, di antaranya : Abu Hurairah, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbaas, Ibnuz-Zubair, dan orang-orang setelahnya dari kalangan tabi’iin; dimana mereka berpendapat untuk mengeraskan bismillahir-rahmaanir-rahiim. Inilah pendapat yang dipegang oleh Asy-Syaafi’iy” [As-Sunan, 1/285].
Basmalah termasuk ayat dalam surat al-Fatihah dan wajib dibaca beserta al-Fatihah secara keras (jahr) dalam shalat jahriyyah dan secara sirr dalam shalat sirriyyah. Pendapat ini menjadi pegangan Imam asy-Syafi’i dan pengikutnya.
Di kalangan penganut madzhab asy-Syafi’i terdapat kesepakatan, sebagaimana diterangkan an-Nawawi, bahwa basmalah termasuk dalam Surat al-Fatihah tanpa ada perselisihan.
اما حكم المسألة فمذهبنا ان بسم الله الرحمن الرحيم آية كاملة من اول الفاتحة بلا خلاف )المجموع شرح المهذب - (ج 3 / ص 333)
“ Adapun hukum masalah, maja madzhab kami bahwasanya basmalah itu satu ayat yang sempurna dari awal surat al-Fatihah tanp ada perselisihan”. ( al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab : 3/333)
Menurut para qurra` Makah, sebagian Kufah dan Hijaz, basmalah termasuk satu ayat dari surat al-Fatihah.
Ibnu Katsir menjelaskan siapa saja yang memegang pendapat ini dalam tafsirnya 1/117 :
فذهب الشافعي، رحمه الله، إلى أنه يجهر بها مع الفاتحة والسورة، وهو مذهب
طوائف من الصحابة والتابعين وأئمة المسلمين سلفًا وخلفًا ، فجهر بها من
الصحابة أبو هريرة، وابن عمر، وابن عباس، ومعاوية)... تفسير ابن كثير – (1 /
117)
“ Imam asy-Syafi’i berpendapat bahwasanya basmalah dikeraskan beserta al-Fatihah dan surat(an), ini juga menjadi pendapat segolongan dari kalangan sahabat dan tabi’in dan para imam kaum muslimin zaman dahulu dan kemudian. Yang mengeraskan basmalah dari kalangan sahabat di antaranya Abu Hurairah, Ibnu Umar, Ibnu Abbas dan Mu’awiyah...”
Imam an-Nawawi menandaskan bahwa menurut madzhab kami (madzhab asy-Syafi’i), basmalah disunnahkan untuk dibaca keras dalam shalat jahriyah baik di awal al-Fatihah maupun di awal surat. Lebih lanjut beliau menjelaskan siapa saja yang berpendapat seperti ini, dengan menukil riwayat dari Abu Bakar al-Khathib, di antaranya dari kalangan sahabat ada khalifah yang empat, Ammar bin Yasir, Ubay bin Ka’ab, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Abu Qatadah, Abu Sa’id, Qais bin Malik, Abu Hurairah, Abdullah bin Abi Aufa, Syadad bin Aus, Abdullah bin Ja’far, Husain bin Ali, Abdullah Ja’far, dan Mu’awiyah serta sejumlah sahabat dari Muhajirin dan Anshar. Dari kalangan tabi’in ada Sa’id bin al-Musayyab, Thawus, Atha`, Mujahid, Abu wail, Sa’id bin Jubair, Ibnu Sirin, Ikrimah, Ali bin Husain, Muhammad bin Ali, Salim bin Abdullah.....dll.
Basmalah dapat dibaca sekali tempo secara keras dan sekali tempo secara pelan, walau secara sirr dianggap lebih sering dikerjakan Nabi SAW. Pendapat ini dimotori oleh Ibnu al-Qayyim dalam kitabnya Zadul Ma’ad fi Hadyi Khair al-`Ibad : 1/119
وَكَانَ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللّهِ الرّحْمَنِ الرّحِيمِ تَارَةً
وَيُخْفِيهَا أَكْثَرَ مِمّا يَجْهَرُ بِهَا دَائِمًا فِي كُلّ يَوْمٍ
وَلَيْلَةٍ خَمْسَ مَرّاتٍ أَبَدًا حَضَرًا وَسَفَرًا وَيَخْفَى ذَلِكَ
عَلَى خُلَفَائِهِ الرّاشِدِينَ وَعَلَى جُمْهُورِ أَصْحَابِهِ وَأَهْلِ
بَلَدِهِ فِي الْأَعْصَارِ الْفَاضِلَةِ هَذَا مِنْ أَمْحَلِ الْمُحَالِ
حَتّى يَحْتَاجَ إلَى التّشَبّثِ فِيهِ بِأَلْفَاظٍ مُجْمَلَةٍ
وَأَحَادِيثَ وَاهِيَةٍ فَصَحِيحُ تِلْكَ الْأَحَادِيثِ غَيْرُ صَرِيحٍ
وَصَرِيحُهَا غَيْرُ صَحِيحٍ وَهَذَا مَوْضِعٌ يَسْتَدْعِي مُجَلّدًا
ضَخْمًا .
Ibnul Qayyim berkata :
“ Dahulu Rasulullah SAW. kadang-kadang mengeraskan lafadzbismillahirrahmanirahim dan lebih sering tidak membacanya secara keras. Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa beliau tidak selalu mengeraskan basmalah ketika shalat lima waktu dalam sehari semalam, baik ketika bermukim ataupun bepergian. Beliau memperlihatkan hal ini kepada khulafa` rasyidin, kepada para sahabatnya dan penduduk kota-kota besar. Ini merupakan hal yang paling mustahil sehingga harus dijelaskan lagi. Untuk membahas masalah ini rupanya membutuhkan ruang yang berjilid-jilid yang tebal .”
Jadi kesimpulannya – setelah mencermati riwayat-riwayat yang ada (di antaranya yang disebut di atas) –, membaca basmalah bagi imam ketika membaca Al-Faatihah itu boleh dan disyari’atkan. Bukan bid’ah. Ia pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam – walaupun yang paling sering dari beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah melirihkannya sebagaimana riwayat Anas bin Maalik radliyallaahu ‘anhu di atas -. Mengeraskan basmalah dilakukan juga oleh beberapa shahabat dan ulama setelahnya.
“ Dahulu Rasulullah SAW. kadang-kadang mengeraskan lafadzbismillahirrahmanirahim dan lebih sering tidak membacanya secara keras. Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa beliau tidak selalu mengeraskan basmalah ketika shalat lima waktu dalam sehari semalam, baik ketika bermukim ataupun bepergian. Beliau memperlihatkan hal ini kepada khulafa` rasyidin, kepada para sahabatnya dan penduduk kota-kota besar. Ini merupakan hal yang paling mustahil sehingga harus dijelaskan lagi. Untuk membahas masalah ini rupanya membutuhkan ruang yang berjilid-jilid yang tebal .”
Jadi kesimpulannya – setelah mencermati riwayat-riwayat yang ada (di antaranya yang disebut di atas) –, membaca basmalah bagi imam ketika membaca Al-Faatihah itu boleh dan disyari’atkan. Bukan bid’ah. Ia pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam – walaupun yang paling sering dari beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah melirihkannya sebagaimana riwayat Anas bin Maalik radliyallaahu ‘anhu di atas -. Mengeraskan basmalah dilakukan juga oleh beberapa shahabat dan ulama setelahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar