Di sekitar kita ada sebagian orang yang dengan santainya berjalan
melewati orang yang sedang shalat. Padahal hal tersebut sangat dilarang
dalam islam. Lalu adakah hadits yang mengatur tentang melewati orang
yang sedang shalat ? Shalat sendiri merupakan sebuah bentuk ibadah kita
kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. Shalat yang benar benar ditegakkan
akan mencegah pelakunya untuk melakukan perbuatan keji dan mungkar. Agar
shalat benar benar bisa ditegakkan, maka tidak ada salahnya kita
mengetahui adab dalam shalat. Salah satunya adab mengenai melewati orang
yang shalat dan sutrah bagi orang yang melaksanakan shalat.
Permasalahan utama dalam bab ini terletak pada pemahaman hadits :
Permasalahan utama dalam bab ini terletak pada pemahaman hadits :
عَنْ أَبِي ذَرٍّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: " إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي، فَإِنَّهُ يَسْتُرُهُ،
إِذَا كَانَ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلُ آخِرَةِ الرَّحْلِ، فَإِذَا لَمْ
يَكُنْ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلُ آخِرَةِ الرَّحْلِ، فَإِنَّهُ يَقْطَعُ
صَلَاتَهُ، الْحِمَارُ، وَالْمَرْأَةُ، وَالْكَلْبُ الأَسْوَدُ "، قُلْتُ:
يَا أَبَا ذَرٍّ، مَا بَالُ الْكَلْبِ الأَسْوَدِ، مِنَ الْكَلْبِ
الأَحْمَرِ، مِنَ الْكَلْبِ الأَصْفَرِ؟ قَالَ: يَا ابْنَ أَخِي، سَأَلْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا سَأَلْتَنِي،
فَقَالَ: " الْكَلْبُ الأَسْوَدُ شَيْطَانٌ "
Dari Abi Dzarr radliyallaahu ’anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam :”Apabila salah seorang diantara kalian berdiri shalat, maka ia akan terbatasi jika ada sesuatu di depannya (yaitu sutrah) seukuran bagian pelana kendaraan tunggangan/kuda. Bila tidak ada di depannya sutrah seukuran tersebut, maka shalatnya akan terputus bila lewat di hadapannya keledai, wanita, dan anjing hitam”. Aku (yaitu perawi : Abdullah bin Ash-Shaamit) berkata : ”Wahai Abu Dzarr, apa bedanya anjing hitam dengan anjing merah dan kuning ?”. Abu Dzarr menjawab : ”Wahai keponakanku, aku telah bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam sebagaimana yang engkau tanyakan, maka beliau menjawab : ”Anjing hitam itu syaithan” [Diriwayatkan olehMuslim no. 510].
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " يَقْطَعُ الصَّلَاةَ، الْمَرْأَةُ، وَالْحِمَارُ،
وَالْكَلْبُ، وَيَقِي ذَلِكَ مِثْلُ مُؤْخِرَةِ الرَّحْلِ "
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Wanita, keledai, dan anjing dapat memutuskan shalat, dan dapat selamat dari hal itu jika ada sesuatu di depannya (yaitu sutrah) seukuran bagian pelana kendaraan tunggangan/kuda” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 511].
Dhahir hadits menyatakan bahwa shalat seseorang yang tidak memasang sutrah dapat putus (batal) jika lewat di depannya wanita, keledai, dan anjing hitam.
As-Sindiy rahimahullah menjelaskan makna wanita dalam hadits tersebut adalah wanita yang telah mencapai usia haidl [Hasyiyah As-Sindi ’alaa Sunan Ibni Majah 1/303]. Jadi, lewatnya anak wanita yang belum baligh tidak merupakan cakupan hukum dalam hadits di atas.
Setelah menyebutkan hadits Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa, At-Tirmidziy rahimahullah berkata :
وَالْعَمَلُ عَلَيْهِ عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنَ
التَّابِعِينَ، قَالُوا: لَا يَقْطَعُ الصَّلَاةَ شَيْءٌ، وَبِهِ يَقُولُ:
سفيان الثوري، وَالشَّافِعِيُّ
“Hadits itu diamalkan oleh kebanyakan ulama dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang setelah mereka dari kalangan taabi’iin.Mereka berkata : ‘Tidak ada sesuatupun yang dapat memutuskan shalat’. Pendapat inilah yang dikatakan Sufyaan Ats-Tsauriy dan Asy-Syaafi’iy” [Jaami’ At-Tirmidziy 1/369].
Beberapa riwayat dari salaf yang dapat disebutkan antara lain :
عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ سَالِم، عَنْ عَبْدِ اللهِ : أَنَّ عَبْدَ اللهِ
بنِ عُمَرَ كَانَ يَقُولُ : " لا يَقْطَعُ الصَّلاةَ شَيْءٌ مما يمر بين
يدي المصلي
Dari Ibnu Syihaab, dari Saalim, dari ‘Abdullah : Bahwasannya ‘Abdullah bin ‘Umar pernah berkata : “Tidak dapat memutuskan shalat sesuatu yang melintas di depan orang yang shalat” [Diriwayatkan oleh Maalik 2/37 no. 403; shahih].
حَدَّثَنَا عَبْدَةُ، وَوَكِيعٌ، عَنْ سَعِيدٍ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ ابْنِ
الْمُسَيِّبِ، عَنْ عَلِيٍّ، وَعُثْمَانَ، قَالَا: " لَا يَقْطَعُ
الصَّلَاةَ شَيْءٌ وَادْرَءُوهُمْ عَنْكُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdah dan Wakii’, dari Sa’iid, dari Qataadah, dari Ibnul-Musayyib, dari ‘Aliy (bin Abi Thaalib) dan ‘Utsmaan (bin ‘Affaan), mereka berdua berkata : “Tidak ada yang dapat memutuskan shalat. Tolaklah mereka yang akan melintas di depanmu semampumu” [Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah 1/280 (2/530) no. 2901; shahih].
عَنْ مَعْمَرٍ، وَابْنِ عُيَيْنَةَ، عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ الْجَزَرِيِّ،
قَالَ: سَأَلْتُ ابْنَ الْمُسَيَّبِ مَا يَقْطَعُ الصَّلاةَ؟، قَالَ: " لا
يَقْطَعُهَا إِلا الْحَدَثُ "
Dari Ma’mar dan Ibnu ‘Uyainah, dari ‘Abdul-kariim Al-Jazriy, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Ibnul-Musayyib, apa yang dapat memutuskan shalat, lalu ia menjawab : “Tidak ada yang dapat memutuskannya kecuali hadats” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq 2/31 no. 2370; sanadnya shahih].
حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ:
كَانَ يَقُولُ: " لَا يَقْطَعُ الصَّلَاةَ شَيْءٌ إِلَّا الْكُفْرُ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdah bin Sulaimaan, dari Hisyaam, dari ayahnya (‘Urwah), ia berkata : “Tidak ada sesuatupun yang dapat memutuskan shalat, kecuali kekufuran” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 1/280 (2/531) no. 2908; sanadnya shahih].
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ، عَنْ حَنْظَلَةَ، عَنِ الْقَاسِمِ، قَالَ: " لَا يَقْطَعُ الصَّلَاةَ شَيْءٌ....
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Numair, dari Handhalah, dari Al-Qaasim (bin Muhammad bin Abi Bakr Ash-Shiddiiq), ia berkata : “Tidak ada sesuatupun yang dapat memutuskan shalat….” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 1/281 (2/531) no. 2909; sanadnya shahih].
حَدَّثَنَا ابْنُ فُضَيْلٍ، عَنْ زَكَرِيَّا، عَنِ الشَّعْبِيِّ، قَالَ: "
لَا يَقْطَعُ الصَّلَاةَ شَيْءٌ وَلَكِنِ ادْرَءُوا عَنْهَا مَا
اسْتَطَعْتُمْ "
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudlail, dari Zakariyyaa, dari Asy-Sya’biy, ia berkata : Tidak ada sesuatupun yang dapat memutuskan shalat. Akan tetapi tolaklah semampu kalian (yang akan melintas di depan kalian ketika shalat)” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 1/281 (2/532) no. 2912; sanadnya shahih].
Dan yang lainnya......
As-Suyuthiy rahimahullah berkata :
الجمهور على أنه لا تبطل الصلاة بمرور شيء من هؤلاء
”Jumhur ulama berpendapat bahwa shalat tidaklah bataldengan lewatnya ketiga objek yang ada dalam hadits tersebut” [Ad-Dibaaj ’alaa Shahiih Muslim, 2/192].
Ibnul-Jauziy rahimahullah berkata :
فإن لم يفعل ذلك ومر بين يديه كلب أسود بهيم وهو الذي جميعه أسود فإنه يقطع
صلاته وهذا مذهب الحسن ومجاهد وعطاء وعكرمة وطاوس ومكحول وأحمد بن حنبل
وقال أبو حنيفة ومالك والشافعي لا يقطع فأما الحمار والمرأة ففيهما عن أحمد
روايتان والحديث صريح في القطع
“Apabila ia tidak melakukannya (yaitu meletakkan sutrah di depannya), dan kemudian jika ada anjing hitam legam - yaitu secara keseluruhan berwarna hitam - lewat di depannya, dapat memutuskan shalatnya. Inilah madzhab Al-Hasan, Mujaahid, ‘Athaa’, ‘Ikrimah, Thaawuus, Mak-huul, dan Ahmad bin Hanbal. Abu Haniifah, Maalik, dan Asy-Syaafi’iy berkata : “Tidak dapat memutuskan shalat”. Adapun keledai dan wanita, maka Ahmad mempunyai dua pendapat tentangnya. Haditsnya sendiri sangat jelas menunjukkan putusnya (shalat)” [Kasyful-Musykil min Hadiits Ash-Shahiihain, hal. 369 no. 377].
وَحَكَى التِّرْمِذِيّ قَالَ قَالَ أَحْمد الَّذِي لَا أَشك فِيهِ أَن
الْكَلْب الْأسود يقطع الصَّلَاة وَفِي نَفسِي من الْحمار وَالْمَرْأَة
شَيْء وَقَالَ أَكثر الْفُقَهَاء لَا يقطع شَيْء من ذَلِك
“Dan dihikayatkan oleh At-Tirmidziy, ia berkata : Telah berkata Ahmad : ‘Yang tidak ada keraguan di dalamnya adalah anjing hitam dapat memutuskan shalat. Adapun tentang keledai dan wanita, pada diriku masih terdapat ganjalan’. Jumhur fuqahaa’ berkata : ‘Ketiga objek yang ada dalam hadits tersebut tidak dapat memutuskan shalat” [At-Tahqiiq fii Ahaaditsil-Khilaaf, 1/424-425].
Dalil yang dipakai oleh jumhur adalah hadits :
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: " لَا يَقْطَعُ الصَّلَاةَ شَيْءٌ، وَادْرَءُوا مَا
اسْتَطَعْتُمْ فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ "
Dari Abi Sa’id Al-Khudri radliyallaahu ’anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam :”Tidak ada sesuatupun yang dapat memutuskan shalat. Dan tolaklah/cegahlah (apa-apa yang lewat di depanmu) semampun kalian. Karena ia (yang memaksa lewat) adalah syaithan” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 719, Ath-Thuusiy dalam Al-Mukhtashar no. 310, dan yang lainnya].
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: " أَقْبَلْتُ رَاكِبًا عَلَى أَتَانٍ، وَأَنَا
يَوْمَئِذٍ قَدْ نَاهَزْتُ الِاحْتِلَامَ، وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِالنَّاسِ بِمِنًى، فَمَرَرْتُ بَيْنَ
يَدَيِ الصَّفِّ، فَنَزَلْتُ، فَأَرْسَلْتُ الأَتَانَ تَرْتَعُ، وَدَخَلْتُ
فِي الصَّفِّ، فَلَمْ يُنْكِرْ ذَلِكَ عَلَيَّ أَحَدٌ "
Dari Ibnu ’Abbaas, ia berkata : ”Aku datang dengan mengendarai seekor keledai betina pada suatu hari. Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam waktu itu sedang shalat mengimami orang-orang di Minaa. Maka aku lewat di depan shaff, kemudian aku turun dan meninggalkan keledai itu untuk merumput. Kemudian aku masuk shaff dan tidak ada seorang pun yang mengingkari perbuatanku tersebut” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 76 & 493 & 861 & 1857 & 4412 dan Muslim no. 504].
عَنْ عُرْوَةَ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
يُصَلِّي وَعَائِشَةُ مُعْتَرِضَةٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ عَلَى
الْفِرَاشِ الَّذِي يَنَامَانِ عَلَيْهِ
Dari ’Urwah : Bahwasannya Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam shalat sedangkan ’Aaisyah tidur melintang antara beliau dengan kiblat (yaitu : tidur di depan beliau) di atas tempat tidurnya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 384dan Muslim no. 512].
Mereka (jumhur) memahami hadits Abu Dzarr radliyallaahu ’anhu di atas kepada pengertian ”kurang shalatnya”; yaitu kurang pahala shalatnya sebagaimana dikatakan oleh As-Suyuthiy rahimahullah :
وأن المراد بالقطع في الحديث نقص الصلاة بشغل القلب بهذه الأشياء
”Bahwasannya yang dimaksud dengan ”terputus” dalam hadits ini adalah kurang shalatnya karena tersibukkannya hati dengan hal-hal yang melewati tersebut (keledai, wanita, dan anjing hitam)” [Ad-Diibaaj, 2/192].
Namun, pendalilan jumhur ulama tersebut dibantah oleh ulama yang mengatakan batalnya wanita melewati orang yang sedang shalat jika tidak bersutrah (minimal) seukuran pelana kendaraan sebagai berikut :
a) Hadits pertama adalah lemah sehingga tidak bisa dijadikan hujjah. Kelemahan tersebut ada pada perawi yang bernama Mujaalid (bin Sa’id). Al-Haafidh berkata tentang keadaan dirinya : ”Mujaalid bin Sa’id bin ’Imyar Al-Hamdaanii, Abu ’Amru Al-Kufi, bukan seorang yang kuat (laisa bil-qawiy). Ia telah berubah hafalannya di akhir hayatnya” [Taqriibut-Tahdziib,hal. 920 no. 6520]. Begitu pula yang dikatakan oleh Adz-Dzahabi : ”Masyhur sebagai shahibul hadits,layyin (lemah)” [Mizaanul-I’tidaal juz 3 biografi no. 7070].
b) Hadits Ibnu ’Abbaas radliyallaahu ’anhumaa tidak menunjukkan hukum yang sedang dibicarakan, sebab Ibnu ’Abbaas lewat di depan makmum. Lewatnya seseorang/sesuatu di depan makmum adalah boleh menurut pendapat yang raajih, sebab sutrah makmum adalah sutrah yang dipakai oleh imam. Adapun hadits Abu Dzarr dan Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhumaamenunjukkan tentang batalnya shalat seseorang yang tidak memakai sutrah. Oleh karena itu, batalnya shalat yang dijelaskan dalam hadits Abu Dzarr dan Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhumaa ini dihubungkan dengan orang yang mempunyai kewajiban memasang sutrah; yaitu imam, bukan makmum.
c) Hadits ’Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa, juga tidak menunjukkan hukum yang dibicarakan dalam hadits Abu Dzarr dan Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhumaa. Hadits Abu Dzarr dan Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhumaa membicarakan hukum sesuatu yang melintas atau melewati orang yang sedang shalat. Sedangkan hadits ’Aaisyah menunjukkan bahwa ia hanyalah tidur di depan Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam (tidak melintas), sehingga tidak membatalkan shalat. Selain itu, dalam hadits tersebut telah ditunjukkan bahwa Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam menjadikan tempat tidurnya sebagai sutrahdan ‘Aaisyah sendiri ada di belakang batas sutrah (di atas tempat tidur), sehingga keberadaan ’Aaisyah tidak membatalkan shalat beliau shallallaahu ’alaihi wa sallam.
d) Ta’wiil jumhur ulama atas hadits Abu Dzarr radliyallaahu ’anhu dengan membawa makna ”memutuskan” kepada makna ”kurang shalatnya”; maka itu juga tidak tepat. Jika yang dimaksud adalah kurang shalatnya karena tersibukkan hatinya dengan lewatnya keledai, wanita, dan anjing hitam; maka pemaknaan tersebut akan membatalkan manthuq hadits. Manthuq hadits telah membatasi pada tiga hal. Apalagi dengan pertanyaan : ”Apa bedanya antara anjing hitam dengan anjing merah dan kuning” - yang kemudian dijawab : ”anjing hitam adalah syaithan” ; semakin memperkuat adanya pembatasan yang dimaksud oleh hadits.
e) Bila kita memperhatikan makna yang disebutkan oleh jumhur ulama, maka yang mengurangi shalat tidaklah terbatas pada tiga hal. Tidak ada bedanya yang lewat antara laki-laki dengan wanita, keledai dengan sapi atau kambing, anjing hitam dengan anjing merah dan kuning. Sementara dalam hadits Dzarr, penetap syari’at membedakannya. Jadi, pendapat yang raajih adalah keledai, wanita yang telah haidl, dan anjing hitam dapat membatalkan shalat, bukan sekedar menghilangkan kekhusyukannya saja.
Pendapat yang menyatakan terputusnya (batal) shalat seseorang jika dilewati tiga objek yang disebutkan dalam hadits itulah yang raajih – wallaahu a’lam. Selain beberapa ulama yang telah disebutkan di atas, pendapat inilah yang dipegang dari Abu Dzarr (sebagaimana perawi hadits yang dibahas di atas), Abu Hurairah, Anas (bin Malik), Ibnu ‘Abbaas, ’Abdullah bin Abi Rabii’ah, Abul-Ahwash, Ahmad bin Hanbal (dalam satu riwayat), Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyyah, Ibnul-Qayyim, Asy-Syaukaniy, Muhammad bin Ibraahiim [lihat : Syarhus-Sunnah lil-Baghawi 2/462-463, Al-Muhallaa 2/323, Shahiih Ibni Khuzaimah 2/23, Zaadul-Ma’aad 1/295, Nailul-Authar3/16, Fataawaa wa rasaaiil Asy-Syaikh Muhammad bin Ibraahiim tertanggal 14-05-1388, Tamaamul-Minnah hal. 307].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar